Rifqinizamy Karsayuda: Cetak Biru DOB Masih Tunggu Dua PP, Pemekaran Tak Bisa Asal-asalan

Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan bahwa pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) belum bisa dilakukan sebelum dua peraturan pemerintah (PP) terkait penataan daerah rampung. Terlihat Rifqinizamy Karsayuda bersama Gubernur Kepri Ansar Ahmad. (F-Pemprov Kepri)

Jakarta (SN) – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan bahwa pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) belum bisa dilakukan sebelum dua peraturan pemerintah (PP) terkait penataan daerah rampung. Kedua aturan itu akan menjadi fondasi utama dalam menyusun peta besar otonomi daerah di Indonesia yang ideal, berkelanjutan, dan tidak membebani negara.

“Kami tidak lagi bicara moratorium. Fokus utama kami saat ini adalah menunggu dua PP selesai. Dari situ, baru kita bisa menilai apakah kondisi wilayah yang ada saat ini sudah mencerminkan kebutuhan riil masyarakat atau belum,” ujar Rifqi seusai rapat kerja Komisi II DPR dengan Wakil Menteri Dalam Negeri dan sejumlah kepala daerah, Senin (28/4/2025) dikutip dari laman DPR RI.

Menurut Rifqi, dua PP tersebut akan berperan sebagai blueprint jangka panjang bagi kebijakan pemekaran dan penggabungan daerah, tidak hanya untuk satu atau dua dekade ke depan, melainkan hingga satu abad ke depan.

“Kalau dua PP ini selesai, kita bisa proyeksikan kebutuhan wilayah Indonesia ke depan secara komprehensif: berapa jumlah provinsi ideal, berapa kabupaten/kota, mana yang perlu status khusus atau istimewa. Jangan hanya karena satu wilayah ramai di media, langsung kita buru-buru bicara pemekaran,” tegas politisi NasDem tersebut.

Baca Juga : Langkah Pemekaran Provinsi Khusus Natuna-Anambas Makin Dekat, Gubernur Ansar: “Ini Wajah Indonesia di Utara”

Hingga kini, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah mencatat ada 341 usulan pemekaran yang menumpuk di meja Kemendagri. Angkanya mencakup 42 usulan pembentukan provinsi, 252 kabupaten, 36 kota, enam daerah istimewa, dan lima wilayah yang ingin menjadi daerah khusus.

Namun Rifqi mengingatkan, keinginan memekarkan wilayah tidak bisa bersifat parsial atau emosional.
“Yang selama ini terjadi adalah pemekaran, tapi hasilnya banyak daerah justru tidak berkembang. Padahal Undang-Undang juga membuka ruang untuk penggabungan daerah demi efisiensi dan efektivitas pemerintahan,” tambahnya.

Rifqi menekankan bahwa tanpa desain nasional yang utuh, pemekaran hanya akan menambah beban keuangan negara tanpa menjamin kesejahteraan masyarakat.

Ia berharap dua PP ini segera diterbitkan agar pembahasan pemekaran daerah bisa dilakukan secara objektif, terukur, dan berpihak pada kepentingan jangka panjang bangsa. (SN)

Baca Juga : Percepatan Provinsi Khusus Natuna-Anambas Dibahas: Kunci Kedaulatan di Perbatasan Laut Cina Selatan

Editor : Mukhamad

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *