Di Tengah Era Digital, Suara Dongeng Masih Menggema: Kisah Kak Aam, Juru Kisah yang Menyentuh Hati

Amrie Poerbha Yogya Sayektie, penyuluh agama Islam non-ASN yang akrab disapa Kak Aam “Sabarmen”. Dengan gaya khas, logat Melayu yang hangat, dan mimik wajah yang penuh ekspresi hadir sebagai pengingat di balik teknologi, manusia tetap membutuhkan sentuhan cerita yang bermakna. (F-Kemenag Tpi)

Tanjungpinang (SN) – Di tengah hiruk-pikuk era digital, saat jari-jemari lebih sering menari di atas layar gawai ketimbang membalik lembaran buku, ada satu suara yang tetap lantang terdengar—suara yang tak hanya menghibur, tapi juga mengajarkan nilai. Ia datang dari seorang pendongeng, juru kisah yang tak lekang oleh zaman.

Sosok itu adalah Amrie Poerbha Yogya Sayektie, penyuluh agama Islam non-ASN yang akrab disapa Kak Aam “Sabarmen”. Dengan gaya khas, logat Melayu yang hangat, dan mimik wajah yang penuh ekspresi, Kak Aam hadir sebagai pengingat bahwa di balik teknologi, manusia tetap membutuhkan sentuhan cerita yang bermakna.

“Bercerita itu ibarat menanam benih nilai dalam hati pendengarnya,” ujar Kak Aam dengan senyum ramah. “Cerita bisa hidup di hati siapa saja, dari anak-anak hingga orang tua.”

Baca Juga : Lonjakan Kasus Gagal Ginjal di Kalangan Anak Muda, DPR Soroti Gaya Hidup dan Sistem Pembayaran BPJS

Berbeda dengan anggapan umum bahwa mendongeng hanyalah tradisi lama yang mulai ditinggalkan, Kak Aam justru membuktikan sebaliknya. Ia menjadikan panggung dongeng sebagai ruang pertunjukan mini yang penuh dinamika—menggabungkan suara, gerak tubuh, dan ekspresi yang membangkitkan imajinasi.

Setiap cerita yang dibawakannya tak hanya menghibur, tapi juga menyisipkan nilai-nilai kehidupan dan ajaran Islam yang universal tentang kejujuran, kasih sayang, hormat kepada orang tua, serta akhlak mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah.

Tak hanya di sekolah atau pesantren, Kak Aam juga aktif mendongeng di media sosial, menjangkau audiens yang lebih luas bahkan hingga lintas negara. Bagi pria yang juga menyandang nama panggung “Sabarmen”, mendongeng bukan sekadar profesi melainkan bentuk dakwah sekaligus terapi jiwa.

“Cerita itu menenangkan jiwa. Ia mengajarkan sabar, harapan, dan keberanian menjalani hidup,” tuturnya dengan penuh keyakinan.

Di tengah krisis keteladanan dan derasnya informasi instan, sosok seperti Kak Aam menghadirkan harapan baru: bahwa mendidik tak harus dengan ceramah yang kaku, tapi bisa melalui kisah yang membumi dan menyentuh hati.

Pendekatannya yang inklusif membuat dongeng relevan kembali bukan hanya untuk anak-anak, tapi juga remaja dan orang dewasa. Melalui narasi yang sederhana namun dalam, Kak Aam menyampaikan pesan moral dan spiritual dengan cara yang menyenangkan dan mudah dicerna.

“Selama manusia masih mencintai cerita, juru kisah akan tetap ada,” ucapnya menutup percakapan, disertai senyum khas yang menenangkan.

Baca Juga : Membangun Jiwa Kewirausahaan Melalui Bioteknologi: Kisah Inspiratif dari MTsN Tanjungpinang

Kisah Kak Aam adalah pengingat bahwa tidak semua hal harus berubah mengikuti zaman. Ada nilai-nilai yang justru semakin bersinar saat dibawakan dengan hati, seperti dongeng yang hidup kembali melalui suara para juru kisah.

Di era digital yang sering terasa dingin dan cepat berlalu, kisah-kisah seperti yang dibawakan oleh Kak Aam menghadirkan kehangatan, mempererat hubungan antargenerasi, dan menumbuhkan karakter yang kuat dari hati yang tersentuh cerita. (AM-SN)

Baca Juga : Kisah Inspiratif dari Majlis Guru MIN 2 Karimun: Semangat Mengajar yang Tak Terpadamkan

Editor : M Nazarullah

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *