Opini: Pendidikan dan Teknologi Menuju Masa Depan yang Inklusif atau Menambah Jurang Ketimpangan

Penulis :
Risma Hany Apriani : Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika di Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang – Kepri.

Risma Hany Apriani : Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika di Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang – Kepri. (F-Risma)

Tanjungpinang (SN) – Di tengah laju transformasi digital yang kian pesat, kita dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah pendidikan kita benar-benar siap menyambut era teknologi, atau justru tertinggal karena ketimpangan yang semakin melebar?

Pendidikan, sejatinya, adalah pondasi utama dalam membangun masa depan suatu bangsa. Namun, di era digital ini, cara kita memaknai proses belajar dan mengajar tak lagi bisa lepas dari pengaruh teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Platform daring, kecerdasan buatan, hingga sistem manajemen pembelajaran berbasis digital menjanjikan revolusi besar dalam dunia pendidikan. Mereka membawa harapan: pembelajaran yang fleksibel, personal, dan efisien.

Namun, realitas di lapangan tak seindah narasi promosi teknologi itu sendiri. Ketika satu kelompok siswa bisa belajar dengan lancar lewat Zoom atau mengakses materi lewat Google Classroom, masih banyak siswa lain yang bahkan harus berjalan berjam-jam demi sinyal internet. Kesenjangan digital bukan sekadar statistik; ia adalah wajah nyata ketimpangan dalam hak mendapatkan pendidikan yang setara.

Teknologi: Peluang Besar, Namun Tidak Tanpa Risiko

Tidak bisa dipungkiri, teknologi memberi peluang luar biasa. Akses ke materi belajar kini tak lagi terbatas ruang dan waktu. Pembelajaran bisa dipersonalisasi sesuai kebutuhan siswa melalui algoritma dan AI. Bahkan, lewat virtual reality, siswa dapat menjelajahi dunia yang sebelumnya hanya bisa mereka bayangkan.

Namun, semua ini membutuhkan satu hal: akses. Dan di sinilah masalah dimulai.

Penelitian Ratnasari dkk. (2024) menyoroti jurang antara siswa di kota dan desa dalam hal akses teknologi. Internet cepat, perangkat canggih, dan guru yang melek digital—semua masih menjadi kemewahan bagi sebagian besar pelajar Indonesia. Kita tidak bisa terus membicarakan “transformasi digital pendidikan” jika sebagian besar anak-anak kita belum bisa ikut serta di dalamnya.

Pendidik: Aktor Kunci yang Sering Terabaikan

Masalah lainnya adalah kesiapan pendidik. Banyak guru yang masih kesulitan mengintegrasikan teknologi ke dalam proses mengajar secara bermakna. Tidak cukup hanya tahu cara mengoperasikan perangkat, mereka perlu dibekali dengan pendekatan pedagogis baru yang relevan dengan teknologi.

Fitriyadi (2016) dengan tegas menyatakan pentingnya pelatihan berkelanjutan bagi pendidik. Tanpa itu, teknologi hanyalah alat mati yang tidak mampu mengubah apa pun. Kita butuh guru-guru yang tidak hanya cakap secara teknis, tapi juga kritis dan adaptif terhadap perubahan zaman.

Keamanan Data: Ancaman Senyap di Balik Layar

Aspek lain yang tidak kalah penting adalah keamanan data dan privasi. Dalam dunia digital, data adalah aset. Sayangnya, masih banyak sekolah dan platform pembelajaran yang belum memiliki kebijakan perlindungan data yang kuat.

Ketika data siswa dan guru tidak dikelola dengan aman, risiko penyalahgunaan sangat besar—dan ini bisa berdampak jangka panjang terhadap kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan digital.

Solusi Bukan Sekadar Teknologi, Tapi Keadilan

Maka, pertanyaannya bukan lagi “perlu atau tidak teknologi dalam pendidikan?” Jawabannya sudah jelas: perlu. Namun, pertanyaan yang lebih mendesak adalah bagaimana kita memastikan bahwa teknologi ini benar-benar menjadi alat pemerdekaan pendidikan, bukan malah memperlebar jurang yang ada?

Pemerintah harus mengambil peran lebih agresif dalam memeratakan akses. Infrastruktur digital harus dijadikan prioritas, bukan hanya di kota besar, tapi hingga pelosok negeri. Subsidi perangkat bagi siswa kurang mampu bukan pilihan, melainkan keharusan.

Lembaga pendidikan pun harus aktif memberikan pelatihan berkelanjutan bagi guru. Dan yang tak kalah penting, sektor swasta perlu diajak berkolaborasi, bukan hanya sebagai penyedia layanan, tapi sebagai mitra strategis dalam membangun sistem pendidikan yang lebih inklusif dan aman.

Menuju Masa Depan Pendidikan yang Berkeadilan

Pendidikan berbasis teknologi bukan mimpi kosong. Ia bisa menjadi kenyataan yang indah, asal dijalankan dengan prinsip keadilan dan inklusivitas. Kita perlu membangun ekosistem pendidikan digital yang tidak hanya canggih, tapi juga merangkul semua kalangan.

Saatnya berhenti membicarakan teknologi hanya sebagai alat. Mari kita posisikan ia sebagai bagian dari strategi besar untuk menciptakan pendidikan yang lebih manusiawi, merata, dan berkelanjutan. Karena sejatinya, teknologi dalam pendidikan bukan tentang masa depan yang serba digital, tapi tentang menciptakan masa depan yang lebih adil. (***)

Editor : Mukhamad

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *