DPR RI Dukung Langkah Tegas Pemerintah, Stop Impor Pakaian Bekas Demi Selamatkan Industri Tekstil Nasional

Jakarta (SN) – Anggota Komisi VI DPR RI, Imas Aan Ubudiyah, memberikan dukungan penuh terhadap langkah tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang berencana menghentikan impor pakaian bekas dengan memasukkan para pemasok nakal ke dalam daftar hitam (blacklist).
Menurut Imas, kebijakan tersebut menjadi angin segar bagi industri tekstil dalam negeri yang selama ini tertekan oleh banjir pakaian bekas impor di pasar nasional.
“Kami mendukung langkah Menkeu untuk menghentikan peredaran pakaian bekas dengan memasukkan para pemasok ke dalam daftar hitam importir. Ini langkah strategis untuk memutus mata rantai peredaran pakaian bekas di Indonesia,” ujar Imas Aan di Jakarta, Sabtu (25/10/2025), dikutip dari laman resmi DPR RI.
Meski demikian, Imas menegaskan bahwa penghentian impor harus dilakukan sejak hulu, bukan hanya di tingkat distribusi dalam negeri. Ia mengingatkan bahwa pembatasan penjualan di pasar lokal tidak akan efektif bila arus barang bekas dari luar negeri masih terus masuk.
“Kalau pengiriman pakaian bekas masih terjadi, maka peredarannya tetap sulit dihentikan. Karena itu, langkah tegas Menkeu perlu diapresiasi. Jika pemasok yang sudah di-blacklist masih nekat mengirim barang ke Indonesia, harus diberi sanksi berat,” tegas Politisi Fraksi PKB tersebut.
Baca Juga : Desy Ratnasari Tinjau RS Awal Bros Batam, Tegaskan Komitmen DPR pada Kualitas Layanan Kesehatan
Data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjukkan, sejak 2024 hingga Agustus 2025 telah tercatat 2.584 kasus penyelundupan pakaian bekas (balpres) yang berhasil ditindak. Jumlah barang bukti mencapai 12.808 koli dengan nilai ekonomi sekitar Rp49,44 miliar.
Imas menilai, penghentian impor pakaian bekas menjadi langkah penting untuk menjaga keberlanjutan industri tekstil nasional, yang kini tengah berjuang meningkatkan daya saing dan memperluas pasar domestik.
“Produk tekstil dalam negeri sebenarnya sangat berkualitas. Banyak pelaku usaha yang berinovasi, tetapi terhambat karena pasar dibanjiri pakaian bekas murah. Jika impor benar-benar dihentikan, industri tekstil nasional akan kembali bergairah,” ujar Imas.
Selain itu, Imas juga menyoroti maraknya penjualan pakaian bekas di pasar tradisional hingga platform daring (online shop). Fenomena ini, kata dia, menjadi tantangan serius bagi produsen lokal.
“Bagaimana industri tekstil kita bisa berkembang kalau harus bersaing dengan barang bekas impor yang dijual murah dan mudah ditemukan di pasar maupun online. Sudah saatnya pemerintah berpihak penuh kepada produk dalam negeri,” pungkasnya. (SN)
Editor : Emha
