Di Bawah Matahari Madinah, Petugas Haji Indonesia Tetap Tersenyum Menyambut Tamu Allah

Madinah (SN) – Siang itu, matahari memanaskan tanah Madinah tanpa ampun. Di bawah suhu ekstrem itu, sembilan bus yang membawa ratusan jemaah haji asal Riau dan Kepulauan Riau dari embarkasi Batam (BTH) perlahan bergerak meninggalkan area parkir Bandara Internasional Amir Muhammad bin Abdul Aziz.
Di sudut lain, sekitar 700 meter dari terminal utama, sekelompok petugas haji Indonesia terlihat tergesa menuruni anak tangga menuju Terminal Fast Track. Tanpa jeda, mereka langsung menyatu dengan rekan-rekan yang sudah bersiaga untuk menyambut jemaah dari Jakarta Pondok Gede (JKG).
Lima menit kemudian, satu per satu jemaah mulai melewati pemeriksaan X-ray. Sebagian terlihat letih setelah perjalanan panjang, namun wajah mereka tetap memancarkan haru dan syukur. Petugas sigap membantu mengangkat koper, menyapa ramah, dan memberi panduan.
“Bapak-Ibu, seluruh barang bawaan mohon dinaikkan ke mesin X-ray, ya,” seru seorang petugas sambil membantu seorang lansia memindahkan koper berat ke mesin pemindai.
Tak jauh dari sana, deretan bus telah berjajar. Sesuai prosedur bandara, proses pemindahan jemaah dari terminal ke bus harus rampung dalam waktu maksimal 30 menit. Para lansia dan jemaah berisiko tinggi (risti) menjadi prioritas: sebagian dipapah, sebagian lain didorong dengan kursi roda—bahkan digendong—agar tetap nyaman.
Di balik kelancaran itu, ada kerja keras yang nyaris tak terlihat. Petugas dari berbagai negara Indonesia, Malaysia, Turki, Pakistan, hingga Bangladesh—berkumpul di area parkir saat jeda.
Tapi waktu istirahat terbatas, makan siang dan malam harus dilakukan di dalam coaster, kendaraan mini berkapasitas 20 orang yang menjadi “markas bergerak” petugas haji Indonesia. Otoritas bandara tak mengizinkan makan di ruang publik atau gedung terminal.
Empat terminal menjadi pintu gerbang kedatangan jemaah haji Indonesia: Terminal Internasional, Terminal Fast Track, Terminal Haji, dan Terminal Zero. Masing-masing memiliki tantangan tersendiri. Di Terminal Haji, misalnya, jemaah dikumpulkan di area bernama “keong” sebelum naik bus. Petugas kadang harus menggendong jemaah dari keong ke bus yang berjarak 150 meter.

Sementara di Terminal Zero yang berada di lantai dasar, alur lebih sederhana. Jemaah langsung dijemput bus di depan pintu kedatangan, tanpa harus berpindah tempat.
Hari, Kamis, (8/5/2025) menandai hari ketujuh kedatangan jemaah haji Indonesia. Hingga siang hari, sudah 112 kloter dengan total 44.601 jemaah tiba di Tanah Suci. Hari itu saja, dijadwalkan 19 kloter tambahan dengan 7.501 jemaah menyusul.
Di balik senyum para petugas, tersimpan cerita ketangguhan. Mereka bekerja dalam suhu yang ekstrem: panas menyengat di luar dan dingin menggigit di dalam gedung ber-AC. Di awal kedatangan, beberapa sempat tumbang oleh flu ringan, namun kini mereka mulai terbiasa.
Sebanyak 28 petugas ditempatkan di empat terminal, bekerja dalam tiga shift penuh semangat: dini hari, siang, dan malam. Di bawah komando Kepala Daerah Kerja (Daker) Bandara Abdul Basir dan Sekretaris Ihsan Faisal, roda pelayanan terus berputar.
Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Muchlis Muhammad Hanafi, turut hadir memantau langsung proses layanan.
“Saya menyaksikan langsung para petugas bekerja memberikan layanan prima kepada jemaah haji yang baru tiba,” ujarnya dengan bangga.
Dalam cuaca panas yang membakar dan rutinitas yang tak mengenal lelah, para petugas itu tetap menjadi wajah pertama yang menyambut para tamu Allah. Ramah, sigap, dan penuh keikhlasan. (**)
Editor : Mukhamad