PHK Massal Mengancam: DPR Desak Pemerintah Cari Solusi dan Tingkatkan Dukungan untuk Pekerja

Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menanggapi terkait sektor tenaga kerja dimana ratusan ribu pekerja mengalami PHK. (F-DPR RI)

Jakarta (SN) – Indonesia saat ini tengah menghadapi krisis besar dalam sektor tenaga kerja, dengan ratusan ribu pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), khususnya disebabkan oleh perlambatan laju pertumbuhan industri tekstil dan pakaian.

Menanggapi situasi ini, Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, mendesak Pemerintah untuk segera mencari solusi yang efektif bagi pekerja yang terkena dampak.

“Kondisi ini sangat memprihatinkan. Dampak dari ketidakstabilan perekonomian Indonesia menyebabkan banyak masyarakat kehilangan mata pencahariannya, yang berpotensi meningkatkan angka pengangguran. Pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah yang terbaik untuk mengatasi situasi ini,” tegas Rahmad dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu (14/08/2024),  dikutip di laman dpr.go.id.

Rahmad mengidentifikasi salah satu penyebab utama badai PHK sebagai iklim investasi yang kurang kondusif. Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan terpaksa memindahkan lokasi usaha mereka, yang berdampak langsung pada pemutusan hubungan kerja bagi banyak pekerja.

“Perbaikan iklim investasi harus menjadi prioritas. Hubungan industrial antara pekerja dengan industri dan pengusaha juga harus harmonis. Salah satu penyebab PHK adalah relokasi pabrik dari Jabodetabek ke luar provinsi atau ke daerah lain,” jelas Rahmad yang merupakan Politisi Fraksi PDI-Perjuangan.

Rahmad menambahkan bahwa menjaga iklim investasi yang baik serta hubungan harmonis antara pekerja dan industri bisa menjadi solusi win-win bagi semua pihak. Dia juga menekankan perlunya mediasi dari Pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), untuk menciptakan solusi yang saling menguntungkan.

“Pemerintah, terutama Kemenaker, harus berperan aktif sebagai mediator untuk menghindari PHK dan alokasi pabrik yang dapat menambah jumlah pengangguran. Kami berharap solusi yang diambil dapat menjaga hubungan harmonis antara pekerja dan industri,” ungkap Rahmad.

Selain itu, Rahmad mengusulkan agar Pemerintah mempertimbangkan pemberian insentif fiskal dan non-fiskal kepada industri tekstil dan pakaian. Insentif seperti pengurangan pajak, subsidi produksi, atau dukungan pembiayaan diharapkan dapat membantu perusahaan menghadapi kesulitan dan mendorong pertumbuhan kembali.

“Ini penting untuk mengurangi dampak ekonomi dari PHK terhadap masyarakat,” tambahnya.

Menurut data Kemenaker, sebanyak 101.536 karyawan mengalami PHK dari Januari hingga Juni 2024, dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga akhir tahun. Rahmad menegaskan bahwa jumlah PHK yang besar ini harus mendapat perhatian serius dari Pemerintah.

“Angka tersebut menunjukkan bahwa ini adalah masalah penting yang memerlukan tindakan segera dan solusi yang tepat. Kami prihatin dengan nasib rakyat yang kehilangan mata pencaharian mereka,” tegasnya.

Rahmad juga menekankan perlunya identifikasi faktor-faktor penyebab perlambatan ekonomi secara mendalam agar kebijakan yang diambil dapat tepat sasaran. Dia mengusulkan peningkatan program pelatihan bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan, seperti program Skillhub dari Kemenaker, yang menyediakan pelatihan gratis untuk meningkatkan kompetensi.

“Program Skillhub harus disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja saat ini agar pekerja yang terkena PHK bisa beralih ke sektor atau pekerjaan baru dengan lebih mudah,” jelas Rahmad.

Dia juga menekankan pentingnya kolaborasi antar-stakeholder, termasuk peningkatan kerja sama dengan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) untuk menciptakan program yang mendukung pengembangan industri dan perlindungan pekerja.

“Berkolaborasi dalam penyusunan kebijakan, pelatihan tenaga kerja, dan inisiatif inovasi adalah langkah penting untuk mengatasi masalah ini,” tambah Rahmad.

Badai PHK ini tidak hanya mempengaruhi industri tekstil dan pakaian, tetapi juga sektor-sektor lain seperti media massa, yang belakangan ini mengalami banyak penutupan kantor atau gulung tikar. Rahmad juga menyoroti masalah lainnya, seperti ketidakjelasan nominal pesangon dan belum terdaftarnya karyawan kontrak ke BPJS Ketenagakerjaan.

Data dari Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat sekitar 13.800 buruh tekstil terkena PHK hingga Juni 2024, dengan 10 pabrik melakukan pengurangan karyawan. Rahmad berharap perusahaan tetap memenuhi tanggung jawabnya, termasuk hak-hak pesangon dan gaji yang belum dibayar sesuai dengan undang-undang.

“Perusahaan wajib memberikan hak-hak karyawan sesuai ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Cipta Kerja,” kata Rahmad menutup pernyataan resminya.

Rahmad menegaskan bahwa Pemerintah harus mengawasi dan memastikan hak pekerja yang di-PHK dipenuhi sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan tidak boleh ada hak-hak pekerja yang terabaikan.

Editor : M Nazarullah

0Shares

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *