Data Kemiskinan Beda Versi, DPR Tegaskan Pentingnya Satu Data Nasional

Jakarta (SN) – Anggota Komisi XI DPR RI, Andi Yuliani Paris, menanggapi tajam polemik perbedaan data kemiskinan antara Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS). Hal ini mencuat setelah laporan Bank Dunia menyebut 60,3% penduduk Indonesia masih tergolong miskin dari total 285,1 juta jiwa pada tahun 2024—angka yang memicu kegelisahan publik.
Menurut Andi, perbedaan tersebut bukan hal mengejutkan, melainkan konsekuensi dari metodologi yang berbeda.
“Data itu sangat tergantung pada variabel yang digunakan. BPS punya metodologi sendiri, begitu juga Bank Dunia. Jadi wajar jika hasilnya berbeda,” ujar Andi dalam kunjungan kerja spesifik Komisi XI dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Denpasar, Bali, Kamis lalu (2/5/2025) dikutip dari laman DPR RI.
Namun, di tengah simpang siur angka dan tafsir, DPR sedang mengambil langkah strategis: mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Statistik (RUU Statistik). RUU ini akan memperkuat peran BPS sebagai koordinator tunggal data nasional, termasuk statistik sektoral dari berbagai kementerian dan lembaga.
“Ke depan, kita ingin punya satu data yang bisa jadi acuan bersama—baik untuk pemerintah maupun swasta,” tegas politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Baca Juga : 443 Jemaah Calon Haji Asal Pekanbaru Diberangkatkan dari Batam
Andi juga mengingatkan bahwa meski data internasional penting, Indonesia tidak bisa sepenuhnya bergantung pada narasi global.
“Kita tidak anti terhadap data dari luar, termasuk dari Bank Dunia. Tapi kita harus punya pijakan kuat dengan data kita sendiri. Kalau tidak, arah kebijakan nasional bisa bias kepentingan,” lanjutnya.
Ia pun menekankan urgensi penyelesaian RUU Statistik agar Indonesia memiliki fondasi hukum yang kokoh untuk kebijakan berbasis data tunggal yang akurat, transparan, dan akuntabel. (SN)
Editor : Mukhamad