Batam Rawan Penyelundupan, DPR Minta Pengawasan dan Kemanusiaan Dikedepankan

Anggota Komisi VI DPR RI, Ahmad Labib, menegaskan bahwa transformasi BP Batam tidak cukup hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi. (F-Dok Golkar)

Jakarta (SN) – Anggota Komisi VI DPR RI, Ahmad Labib, menegaskan bahwa transformasi BP Batam tidak cukup hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, prinsip keterbukaan dan kemanusiaan juga harus menjadi pijakan utama dalam setiap kebijakan yang diambil.

Hal ini ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala BP Batam, Amsakar Achmad, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (1/10/2025), sebagaimana dikutip dari laman DPR RI. Labib menyoroti tingginya perhatian publik terhadap BP Batam, terutama sejak munculnya konflik lahan di Rempang yang memicu protes luas.

“Batam ini diawasi bukan hanya oleh warga lokal, tapi juga LSM nasional. Maka perubahan harus dikomunikasikan secara terbuka,” ujarnya.

Baca Juga : Andre Rosiade: Berantas Mafia Tanah, Batam Bisa Jadi Motor Ekonomi Nasional

Ia menekankan bahwa pembangunan tak bisa hanya dinilai dari angka pertumbuhan, tetapi juga dampaknya terhadap kehidupan masyarakat. Konflik Rempang, yang berdampak pada sekitar 7.500 warga, menjadi contoh nyata pentingnya pendekatan berbasis kemanusiaan.

Selain tata kelola, Labib juga mengangkat isu serius lain, Batam sebagai jalur rawan penyelundupan. Ia mengungkapkan adanya praktik pencucian barang impor ilegal yang dimasukkan melalui Batam dan didistribusikan ke daerah lain seolah-olah legal.

“Banyak barang masuk lewat udara, lalu dikirim ke Riau atau daerah lain tanpa izin resmi. Ini jelas merugikan,” tegasnya.

Baca Juga : Komisi III DPRD Batam Soroti Krisis Sampah: Minta Solusi Nyata, Bukan Janji Manis Bisnis

Data Bea Cukai mencatat peningkatan kasus penyelundupan pada 2024, termasuk penyitaan jutaan batang rokok ilegal dan berbagai barang lainnya. Arus barang di Batam yang tinggi memang menjadikan kawasan ini strategis, namun juga rentan jika tidak diawasi dengan ketat.

Labib pun mengingatkan, perdagangan ilegal ini berdampak langsung pada petani lokal. “Mereka kalah bersaing dengan barang ilegal murah. Ini keluhan yang saya terima langsung dari lapangan,” ungkapnya.

Ia mendesak BP Batam dan kementerian terkait untuk memperkuat pengawasan dan menjamin seluruh arus barang mengikuti aturan perdagangan nasional dan internasional. Transparansi, menurutnya, adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik dan masa depan Batam sebagai kawasan strategis. (SN)

Editor : Emha

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *