53 Jemaah Haji Wafat di Tanah Suci, Mayoritas Karena Serangan Jantung: Kemenkes Imbau Jemaah Lebih Bijak Jaga Kesehatan

Data terbaru dari Kementerian Kesehatan RI melalui Siskohatkes tertanggal (24/5/2025) mencatat, sebanyak 53 jemaah haji Indonesia telah wafat. (F-SC Kemenkes)

Makkah (SN) – Data terbaru dari Kementerian Kesehatan RI melalui Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Bidang Kesehatan (Siskohatkes) tertanggal (24/5/2025) mencatat, sebanyak 53 jemaah haji Indonesia telah wafat. Sebanyak 19 di antaranya meninggal akibat serangan jantung, terutama karena penyakit jantung iskemik akut dan shock cardiogenic.

Angka ini menjadi perhatian serius, mengingat mayoritas jemaah yang wafat merupakan lansia dan memiliki riwayat penyakit penyerta (komorbid). Kemenkes mengimbau para jemaah agar lebih bijak dalam menjalankan ibadah, terutama ibadah sunah yang menguras fisik.

“Kami sangat prihatin dengan angka kematian yang terjadi. Belasan jemaah telah berpulang, dan sebagian besar disebabkan oleh penyakit jantung,” ujar dr. Agus Sulistyawati, Sp.S, salah satu anggota Tim Visitasi Kesehatan, saat memantau kondisi jemaah di Sektor 7, Daerah Kerja Makkah, dikutip dari laman kemenkes.

Ia menambahkan bahwa banyak jemaah yang wafat sebelumnya sudah memiliki riwayat penyakit jantung, namun tetap memaksakan diri menjalani ibadah berat tanpa kontrol fisik yang memadai.

Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Liliek Marhaendro Susilo, turut menyampaikan keprihatinannya. Ia mengingatkan bahwa fase puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) yang akan dimulai pada 4 Juni mendatang, membutuhkan fisik prima dan manajemen diri yang baik.

““Kami imbau jemaah lansia atau yang memiliki penyakit seperti jantung, hipertensi, dan diabetes untuk mengurangi ibadah sunah yang melelahkan, seperti tawaf sunah berulang atau ziarah ke lokasi jauh,” jelas Liliek.

Menurutnya, keselamatan jiwa harus menjadi prioritas utama. Jemaah diminta untuk menghindari beribadah di bawah terik matahari, menggunakan alat pelindung diri seperti masker, payung, dan alas kaki, serta menjaga asupan cairan, termasuk air zam-zam dan oralit.

Liliek juga menegaskan pentingnya minum obat secara teratur bagi jemaah yang sedang menjalani pengobatan, serta rutin memeriksakan kesehatan minimal tiga kali dalam seminggu ke pos kesehatan terdekat.

“Yang paling penting adalah pendampingan khusus bagi jemaah komorbid dan lansia, bekerja sama dengan ketua regu dan jemaah yang sehat agar ibadah berjalan aman dan lancar,” ujarnya.

Dengan cuaca ekstrem dan aktivitas padat, pelaksanaan ibadah haji tahun ini menjadi tantangan tersendiri. Kesehatan bukan hanya menjadi tanggung jawab pribadi, tetapi juga bagian dari menjaga kekhusyukan ibadah secara kolektif. (SN)

Editor : Mukhamad

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *