Aliansi Masyarakat Kepri Soroti PAW Ketua LAM yang Tak Sesuai Prosedur

Aliansi Masyarakat Penyelamat Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri menilai bahwa Pergantian Antar Waktu (PAW) Ketua LAM Kepri terjadi dengan prosedur yang tidak tepat disampikan dalam panel diskusi publik di Tanjungpinang pada Senin (13/1/2024). (F-AMPLAM Kepri)

Tanjungpinang (SN) – Aliansi Masyarakat Penyelamat Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri menilai bahwa Pergantian Antar Waktu (PAW) Ketua LAM Kepri terjadi dengan prosedur yang tidak tepat dan bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang menjadi pedoman organisasi.

Ketua Aliansi Penyelamat LAM Kepri, Dato’ Huzrin Hood, menyatakan bahwa LAM Kepri dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2014, yang sebagian atau seluruh anggarannya bersumber dari dana rakyat dan APBD.

Oleh karena itu, LAM Kepri adalah milik bangsa Melayu dan seluruh rakyat Kepri, sehingga masyarakat berhak menyampaikan saran dan pendapat untuk memastikan LAM tetap menjalankan fungsi sebagai payung negeri dan penjaga kelestarian budaya Melayu.

“LAM Kepri adalah milik rakyat Kepri. Kami, sebagai pemilik LAM, berhak memberikan pandangan mengenai proses yang terjadi,” ujar Huzrin dalam panel diskusi publik di Tanjungpinang pada Senin (13/1/2024).

Menurutnya, setelah pengunduran diri Ketua LAM Kepri, penggantian oleh sekretaris tidak dilakukan melalui mekanisme yang benar. Pemilihan Ketua LAM yang baru seharusnya melalui proses yang sah, yang mengakomodasi hak suara Ketua serta pengurus dari 7 Kabupaten/Kota, termasuk Hulubalang LAM.

Huzrin juga menyoroti bahwa Perda Nomor 1 Tahun 2014 sebagai dasar pembentukan LAM Kepri hanya berlaku sampai tahun 2020. Namun, sampai saat ini, Perda tersebut masih digunakan sebagai pedoman.

“Perda ini sudah kadaluarsa. Oleh karena itu, kami meminta pemerintah untuk segera merevisi Perda tersebut,” tegasnya.

Aliansi Penyelamat LAM Kepri bertujuan untuk menyusun konsep yang baik baik dalam revisi Perda maupun AD/ART. Mereka mengusulkan agar LAM mengadakan Musyawarah Besar Luar Biasa (Mubeslub) untuk memilih Ketua LAM yang baru, yang dapat melanjutkan masa kepemimpinan hingga 2027.

“Mubeslub adalah mekanisme yang adil dan terhormat untuk menentukan Ketua LAM pengganti,” imbuh Huzrin.

Huzrin menambahkan bahwa LAM adalah lembaga terhormat dan sakral. Jika dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan semangat keadilan dan kebermanfaatan, LAM akan kehilangan fungsinya sebagai payung negeri.

“Kami akan berdialog dengan Gubernur Kepri, DPRD, dan LAM untuk menemukan solusi terbaik bagi masyarakat Kepri,” tambahnya.

Sekretaris Aliansi Penyelamat LAM Kepri, Khaidar Rahmat, menyampaikan bahwa perhatian mereka terhadap LAM Kepri dilatarbelakangi oleh fakta bahwa LAM adalah lembaga publik yang tidak dapat menjalankan tugas dan kewenangannya dengan baik, baik terkait pendanaan maupun fasilitas yang ada.

“LAM tidak mampu mengakomodir kewenangannya yang besar, termasuk fasilitas pendanaan dan gedung, yang seharusnya bisa dimanfaatkan secara optimal,” ujar Khaidar.

Lebih lanjut, Khaidar menjelaskan bahwa LAM merupakan jati diri masyarakat Melayu Kepri, yang seharusnya menjadi pedoman arah pembangunan.

“Kami akan mengambil langkah persuasif agar LAM melakukan koreksi dan pleno ulang, karena apa yang dilakukan bertentangan dengan Pasal 8 Ayat 6 AD/ART LAM Kepri,” katanya.

Khaidar menegaskan bahwa Pasal 8 Ayat 6 AD/ART mengatur soal penggantian Ketua LAM yang berhalangan, yang seharusnya dilakukan oleh Wakil Ketua, bukan oleh Sekretaris.

“Mengganti Ketua dengan Sekretaris tidak memiliki dasar norma yang jelas, meskipun penggantian oleh Wakil Ketua sudah sesuai dengan norma,” jelasnya.

Sebagai penutup, Khaidar menegaskan bahwa jika LAM hendak menyusun mekanisme PAW, maka harus ada kesesuaian antara aturan dasar dan norma yang lebih tinggi.

“Aturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan aturan di bawahnya,” tutup Khaidar. (SN)

Editor : M Nazarullah

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *