Laporan AJI Tanjungpinang Terhadap Dugaan Penghalangan Kerja Jurnalis di DPRD Bintan Berlanjut

Tanjungpinang (SN) – Kasus dugaan penghalangan kerja jurnalis saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Bintan pada 8 Juli 2024 terus bergulir. Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polres Bintan telah memanggil dua pelapor dalam kasus tersebut di Polres Bintan, Selasa (30/07/2024).
Kanit Tipiter Polres Bintan, Ipda Adi Satrio Gustian, mengungkapkan bahwa pemanggilan kedua pelapor yang juga merupakan pengurus AJI Kota Tanjungpinang dilakukan untuk meminta keterangan sebagai saksi korban.
“Setelah ini, kami akan menjadwalkan pemanggilan staf dan oknum Satpol PP yang diduga terlibat dalam penghalangan, serta pihak-pihak yang memberi perintah,” kata Adi Satrio Gustian.
Koordinator Bidang Advokasi AJI Tanjungpinang, Muhammad Bunga Ashab, berharap penyidik Polres Bintan dapat mengusut tuntas siapa saja yang memberikan perintah kepada oknum staf DPRD Bintan dan Satpol PP yang melarang sejumlah jurnalis dalam melaksanakan tugasnya.
“Kami berharap siapa pun yang terlibat dalam kasus ini bisa segera terungkap,” tegasnya.
Pria yang akrab disapa Choky ini menambahkan bahwa AJI Tanjungpinang akan terus mengawal laporan tersebut hingga kasus ini mencapai meja hijau, untuk memastikan semua pihak yang terlibat dapat dipertanggungjawabkan.
Sebelumnya, pada 17 Juli 2024, AJI Tanjungpinang secara resmi melayangkan surat aduan ke Polres Bintan terkait tindakan pelarangan liputan oleh oknum staf DPRD dan Anggota Satpol PP Bintan terhadap sejumlah jurnalis.
Dalam surat aduan tersebut, AJI Tanjungpinang menilai tindakan yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut sebagai pelanggaran terhadap kebebasan pers.
Ketua AJI Tanjungpinang, Sutana, menegaskan bahwa tindakan tersebut melanggar kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28F ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 4 ayat (1), yang memberikan hak kepada jurnalis untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi, termasuk hak untuk mengambil gambar atau merekam aktivitas di tempat umum.
“Sehingga tidak salah jika para jurnalis melakukan peliputan di Gedung DPRD Kabupaten Bintan, karena kawasan tersebut merupakan tempat aktivitas umum,” jelas Sutana.
Selain itu, Sutana juga mengingatkan bahwa tindakan pelarangan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pers Pasal 18 ayat (1), yang menyebutkan bahwa menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik dapat dikenakan pidana penjara maksimal 2 tahun atau denda hingga Rp 500 juta.
“Ini adalah pelanggaran serius terhadap kebebasan pers yang harus ditindak tegas,” pungkas Sutana.
Sumber : AJI Tpi
Editor : Mukhamad