Festival Moon Cake 2025: Simfoni Budaya Tionghoa Meriahkan Malam di Tanjungpinang

Penampilan Tari Naga pada Festival Moon Cake Tahun 2005 digelar di Jalan Merdeka, Tanjungpinang, Sabtu (4/10/2025) malam. (F-Diskominfo Kepri)

Tanjungpinang (SN) – Ribuan warga dari berbagai latar belakang memadati Jalan Merdeka, Tanjungpinang, Sabtu (4/10/2025) malam, untuk merayakan salah satu perayaan budaya paling ikonik komunitas Tionghoa: Festival Moon Cake 2025. Jalanan berubah menjadi lautan manusia, lampion, dan irama budaya yang memukau, memperlihatkan bagaimana tradisi mampu menyatukan keberagaman.

Tak hanya sekadar pesta rakyat, festival ini menjadi momen kebersamaan yang menyentuh, mempererat tali persaudaraan antarwarga, tanpa memandang suku atau agama.

Acara ini turut dihadiri oleh Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad, Wakil Gubernur Nyanyang Haris Pratamura, Ketua TP-PKK Kepri Dewi Kumalasari Ansar, Wali Kota Tanjungpinang Lis Darmansyah, hingga tokoh masyarakat Tionghoa dan pejabat daerah lainnya.

Baca Juga : Khidmat dan Penuh Semangat, Upacara HUT ke-80 TNI Digelar di Tanjungpinang

Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Tanjungpinang dan Bintan, Djony Janto, mengungkapkan rasa terima kasih atas antusiasme masyarakat. Ia menekankan bahwa Festival Moon Cake bukan hanya selebrasi kue bulan, tetapi lebih dari itu — simbol harapan, keluarga, dan harmoni.

“Kami bangga melihat masyarakat Tanjungpinang hadir dari berbagai etnis. Inilah kekuatan kita — keberagaman yang rukun,” ujar Djony.

Gubernur Kepri Ansar Ahmad juga mengungkapkan kebahagiaannya melihat semangat inklusivitas dalam festival ini.

“Festival ini memperlihatkan bagaimana budaya bisa menjadi jembatan antarumat. Tanjungpinang bukan milik satu kelompok saja, tapi rumah besar bagi semua,” kata Ansar di hadapan ribuan warga.

Festival Moon Cake 2025 dibuka sejak pagi lewat bazaar UMKM yang menampilkan produk lokal dan kuliner khas. Saat matahari mulai tenggelam, puluhan lampion berwarna-warni mulai dinyalakan, menciptakan suasana magis yang menyatu dengan langit malam.

Puncak acara di malam hari menampilkan pertunjukan yang memikat: nyanyian lagu-lagu Tionghoa, tarian klasik, atraksi barongsai yang enerjik, hingga hentakan drum tradisional yang menggema di sepanjang jalan.

Anak-anak tampak antusias membawa lampion, sementara orang tua menikmati kuliner khas musim gugur, termasuk kue bulan, yang menjadi ikon utama perayaan ini. Kue dengan isian pasta kacang merah atau telur asin itu tak hanya lezat, tetapi sarat makna: keutuhan, kebahagiaan, dan reuni keluarga.

Dalam sambutannya, Ansar menegaskan bahwa Kepri sebagai provinsi kepulauan multikultur telah lama hidup dalam semangat toleransi. Ia berharap momentum budaya seperti ini terus menjadi ruang terbuka bagi interaksi lintas budaya.

“Kita tidak boleh lelah menjaga persatuan. Justru dari festival semacam ini, kita belajar bahwa perbedaan bukan alasan untuk terpecah, tapi alasan untuk saling mengenal dan menghargai,” tegasnya. (SN)

Editor : M Nazarullah

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *