Kamarudin Watubun: Pemangkasan Dana Daerah Ancam Stabilitas Sosial dan Politik

Jakarta (SN) – Anggota Komisi II DPR RI, Kamarudin Watubun, melontarkan peringatan keras kepada pemerintah terkait rencana pemangkasan drastis dana transfer ke daerah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Dalam rapat kerja dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kamarudin menilai kebijakan ini berpotensi memicu instabilitas sosial dan politik, khususnya di daerah-daerah yang sangat bergantung pada dana pusat.
Pemerintah diketahui merencanakan pemangkasan transfer ke daerah dari Rp 915 triliun pada 2025 menjadi hanya Rp 650 triliun pada 2026 pengurangan drastis senilai Rp 269 triliun. Kamarudin menegaskan bahwa dampaknya tidak bisa dianggap sepele.
“Akibat pemangkasan tahun lalu saja sebesar Rp 919 triliun sudah terjadi gejolak di beberapa kabupaten. Ada yang sampai terjadi pembakaran. Kalau 2026 turun lagi ke Rp 650 triliun, saya bayangkan peristiwa apa yang akan terjadi,” tegas Kamarudin di Gedung Nusantara I, Senayan, Rabu (3/9/2025) sebagaimana dikutip dari laman resmi DPR RI.
Politisi PDI-Perjuangan ini secara khusus menyoroti dampak pemangkasan terhadap Papua dan daerah-daerah istimewa lainnya yang mengandalkan dana Otonomi Khusus (OTSUS). Ia menganggap keputusan pemerintah untuk ikut memotong dana OTSUS sebagai bentuk minimnya empati terhadap daerah yang memiliki sejarah panjang ketidakadilan dan konflik.
“Kalau daerah lain dipotong, silakan. Tapi Papua dan daerah istimewa lainnya jangan. OTSUS itu lahir karena ada masalah. Pemerintah harus berempati. Jangan sampai kebijakan ini justru memicu masalah baru,” ujar Kamarudin.
Selain mengkritik soal alokasi anggaran, Kamarudin juga menyinggung bahaya sentralisasi fiskal yang dinilai bertentangan dengan semangat desentralisasi dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah.
Ia meminta Kemendagri untuk lebih proaktif dan tidak hanya menjadi pelaksana teknis, melainkan menjadi garda depan dalam mengantisipasi potensi gugatan publik dan konflik sosial akibat kebijakan ini.
“Jangan sampai kita baru bingung ketika sudah terjadi gejolak. Pemerintah harus terbuka, antisipatif, dan taat pada regulasi,” ujarnya.
Kamarudin mendesak pemerintah agar segera melakukan evaluasi terhadap dampak pemotongan anggaran tahun-tahun sebelumnya dan menyusun strategi antisipatif yang konkret untuk mencegah ledakan sosial di tingkat daerah.
Ia menegaskan, keberlangsungan pemerintahan daerah dan kesejahteraan masyarakat lokal tidak bisa dikorbankan demi efisiensi anggaran semata. (SN)
Editor : Mukhamad