Pelabuhan Rakyat Dibongkar, DPRD Batam: Tak Ada Pembangunan yang Boleh Lukai Rakyat

Batam (SN) – Komisi I D PRD Kota Batam menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang penuh ketegangan, Kamis (1/8/2025), membahas aduan dari Lembaga Suku Laut Nusantara Indonesia (LSNI) terkait penutupan jalan dan pembongkaran pelabuhan rakyat Pandan Bahari, Kecamatan Batu Aji.
Pelabuhan yang telah menjadi jalur vital bagi ratusan warga pulau seperti Bertam, Lingke, dan Gara itu diduga ditutup sepihak oleh PT Batam Internasional Navale. Sayangnya, perusahaan tersebut tidak hadir dalam forum resmi meski telah diundang.
RDPU dipimpin langsung oleh Anggota Komisi I, Dr. Muhammad Mustofa, didampingi Sekretaris Komisi Anwar Anas serta anggota Muhammad Fadhli dan Tumbur Hutasoit. Hadir pula perwakilan dari BP Batam, Satpol PP, Polsek Batu Aji, dan Kecamatan Belakangpadang.
Dalam forum tersebut, Ketua Suku Laut, Sam Palele, dengan suara berat menyampaikan kekecewaan warganya.
“Kami menolak penutupan pelabuhan. Itu adalah akses jalan kami sejak nenek moyang kami. Kami mohon agar keberadaan pelabuhan dan akses jalannya diputihkan,” ujarnya singkat.
Taufik dari LSNI menambahkan, meskipun jalan sempat dibuka kembali setelah dimediasi Kapolsek, pelantar pelabuhan telah dibongkar perusahaan. Kini, masyarakat tak lagi memiliki tempat berlabuh perahu mereka.
Pihak BP Batam, melalui Niko, menyampaikan temuan awal bahwa pelabuhan tersebut bukan berada dalam lahan milik PT Batam Internasional Navale. Artinya, perusahaan tidak memiliki kewenangan untuk menutup akses publik.
Menanggapi itu, Anggota Komisi I, Tumbur Hutasoit, menegaskan. “Tak ada pembangunan yang boleh mengorbankan rakyat. Jika memang ini untuk kepentingan masyarakat, BP Batam harus bisa tarik lahan itu dari pengalokasian perusahaan.”
Suasana forum menghangat saat Muhammad Fadhli menyampaikan kritik keras terhadap ketidakhadiran pihak perusahaan.
“Kalau itu jalan pemerintah, tidak bisa ditutup semena-mena. Apalagi ini menyangkut hidup masyarakat adat! Kalau tidak ada Suku Laut yang dulu mendiami dan membuka Batam, mungkin kita tak akan sampai di sini. Mereka harus kita perjuangkan,” tegasnya.
Komisi I menyimpulkan akan melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan titik koordinat pelabuhan rakyat serta status hukum lahan tersebut. Jika terbukti sebagai fasilitas umum, maka segala bentuk penutupan harus melalui prosedur resmi.
Komisi juga mendesak BP Batam segera memberikan kejelasan terkait status pelantar rakyat dan aksesnya, serta meminta Kecamatan Batu Aji menyusun usulan pembangunan pelabuhan rakyat khusus bagi masyarakat Suku Laut.
“Kami tak ingin masyarakat adat ini kehilangan hak-hak dasarnya hanya karena pembangunan. Hak hidup dan akses mereka adalah prioritas kami,” tutup Muhammad Mustofa. (Adv-SN)
Editor : M Nazarullah