Pantun Melayu Berpadu Hip-Hop, Guncang Panggung Budaya di Jantung Yogyakarta

Yogyakarta (SN) – Suasana pelataran Monumen Serangan Umum 1 Maret mendadak bergemuruh, Sabtu (19/10/2025), ketika dentuman musik hip-hop berpadu apik dengan syair pantun Melayu. Dalam sekejap, panggung Seni Budaya Nusantara berubah jadi arena kolaborasi yang memukau: antara tradisi dan modernitas, antara lisan klasik dan beat kontemporer.
Penampilan tak biasa ini dibawakan oleh perwakilan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IV Riau dan Kepulauan Riau, lewat pertunjukan bertajuk “Tarung Pantun dan Pantun Hip-Hop”. Di tengah riuhnya acara Hari Kebudayaan Nasional 2025, mereka tampil beda dan sukses mencuri perhatian.
Tiga budayawan muda dari Kepulauan Riau tampil percaya diri ini yakni, Yoan S. Nugraha, mahasiswa Pascasarjana STAIN Sultan Abdurrahman Kepri, Ramli Muasmara, dosen STAIN SAR Kepri, dan Zainal, perwakilan Lembaga Adat Melayu Kepri (LAMKR) Tanjungpinang.
Dengan semangat kemelayuan yang kental, mereka membuktikan bahwa pantun bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga bisa hidup berdampingan dengan zaman bahkan tampil energik dalam balutan irama hip-hop yang menggugah.
“Alhamdulillah, kami bisa menunaikan amanah ini di panggung akbar Jogja. Sebagai mahasiswa dan budayawan, ini juga jadi langkah memperkenalkan STAIN SAR Kepri ke khalayak yang lebih luas,” ujar Yoan dengan mata berbinar.
Baca Juga : Pawai Budaya Tanpa Roh: Ketika Adat Disingkirkan dari Panggung Utama

Senada dengan itu, Ramli menambahkan bahwa aksi panggung ini bukan sekadar hiburan, tetapi bentuk nyata dari visi kampusnya.
“STAIN SAR punya visi: Unggul, Keislaman, dan Kemelayuan. Jadi ini bukan cuma teori, tapi praktik langsung memperkenalkan budaya lewat seni pertunjukan,” ungkap Ramli.
Baca Juga : Ritual Adat di Persimpangan, Modernisasi Bawa Dilema bagi Masyarakat Adat
Sementara itu, Zainal menyampaikan rasa bangganya bisa membawa pantun ke panggung budaya nasional.
“Kami bahagia bisa membuktikan bahwa pantun Melayu masih hidup dan relevan. Bahkan di luar daerah, semangatnya tetap bisa diterima dan diapresiasi,” tuturnya.
Panggung Seni Budaya Nusantara 2025 diikuti oleh perwakilan dari 23 Balai Pelestarian Kebudayaan se-Indonesia. Ragam pertunjukan budaya tampil bergiliran dari Tari Jaranan Jawa Timur, Musik Keroncong Stambul Jambi, hingga Tari Tidayu Kalimantan Barat.
Namun, penampilan dari BPK Wilayah IV Riau–Kepulauan Riau terasa paling segar dan tak terlupakan. Kombinasi syair pantun yang indah, dikemas dalam beat hip-hop yang catchy, membuat para penonton larut dalam semangat dan gelak tawa.
Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Hari Kebudayaan Nasional 2025 yang digelar di berbagai titik strategis Yogyakarta, seperti Museum Benteng Vredeburg, Kawasan Malioboro, hingga Titik Nol Kilometer. Selain pertunjukan seni, ada pula Karnaval Ragam Budaya, Seminar Sejarah Budaya, dan Pameran Warisan Budaya.
Penampilan Yoan dan kawan-kawan menjadi salah satu momen yang paling membekas. Mereka membuktikan bahwa budaya tak harus kaku. Ia bisa lentur, menyatu dengan zaman, dan tetap menyuarakan identitas.
Dengan kreativitas tanpa batas dan keberanian untuk memadukan genre, pantun Melayu yang selama ini dianggap klasik berhasil naik panggung dengan gaya baru menyentuh hati, menggugah semangat, dan menghidupkan kembali warisan yang nyaris terlupakan. (SN*)
Editor : Emha
