Sudding Desak Reformasi Kultural di Tubuh Polri: Jangan Hanya Benahi Struktur, Ubah Mentalitas

Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menegaskan pentingnya reformasi kultural dalam tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri). (F-Dok DPR RI)

Surabaya (SN) – Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menegaskan pentingnya reformasi kultural dalam tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Menurutnya, pembenahan institusi penegak hukum tidak cukup hanya dilakukan dari sisi struktural atau birokrasi semata, tetapi harus menyentuh akar budaya kerja dan sikap mental aparat.

Pernyataan itu disampaikan Sudding dalam kunjungan kerja Komisi III ke Polda Jawa Timur, Kamis (18/9/2025), dalam rangka menyerap masukan terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).

“Masih banyak laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti, kekerasan oleh oknum aparat, dan sikap arogansi yang bertentangan dengan semangat pelayanan publik. Ini soal karakter institusi, bukan hanya soal struktur,” ujar politisi Fraksi PAN itu sebagaimana dikutip dari laman DPR RI.

Sudding menilai, penyalahgunaan wewenang di tubuh kepolisian sering terjadi akibat lemahnya kontrol budaya internal dan minimnya penerapan nilai profesionalisme. Tanpa perubahan kultur, reformasi hanya akan menjadi kosmetik semata.

“Reformasi struktural tanpa perubahan mentalitas hanya akan memperpanjang masalah. Kita butuh aparat yang punya empati, bukan sekadar menjalankan prosedur,” tegasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya menjadikan pengaduan masyarakat sebagai indikator kinerja, bukan dianggap sebagai ancaman. Untuk itu, ia mendorong penguatan sistem pengawasan internal dan eksternal Polri yang berlandaskan prinsip akuntabilitas dan transparansi.

Lebih lanjut, Sudding berharap RKUHAP bisa menjadi instrumen untuk mendorong penegakan hukum yang lebih humanis. Prinsip due process of law harus ditegakkan secara konsisten—mulai dari hak atas pendampingan hukum hingga perlindungan saksi dan perlakuan setara di mata hukum.

“Reformasi hukum tidak cukup dengan mengubah pasal-pasal. Yang lebih penting adalah mengubah cara pandang aparat penegak hukum bahwa mereka adalah pelayan keadilan, bukan penguasa hukum,” tandasnya.

Kunjungan ini merupakan bagian dari evaluasi Komisi III terhadap kesiapan institusi hukum dalam menyambut pengesahan RKUHAP sebagai landasan hukum acara yang lebih modern, adil, dan berorientasi pada hak asasi manusia. (SN)

Editor : Emha

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *