RUU Perlindungan Pekerja Migran Kembali Disorot: DPR Soroti Praktik Kerja Paksa dan Lemahnya Pengawasan

Anggota Baleg DPR RI, Ledia Hanifa, menyoroti bagaimana pekerja migran masih kerap dipaksa menandatangani kontrak kerja hanya beberapa jam sebelum keberangkatan bahkan ada yang hanya dua jam sebelumnya. (F-Dok PKS)

Jakarta (SN) – Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (RUU P2MI) di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI kembali mengangkat persoalan serius yang kerap membayangi nasib pekerja migran Indonesia: praktik kerja paksa dan lemahnya pengawasan terhadap perusahaan penyalur tenaga kerja.

Anggota Baleg DPR RI, Ledia Hanifa, menyoroti bagaimana pekerja migran masih kerap dipaksa menandatangani kontrak kerja hanya beberapa jam sebelum keberangkatan—bahkan ada yang hanya dua jam sebelumnya. Praktik ini dinilainya sebagai celah besar yang membuka pintu bagi eksploitasi.

“Bayangkan, baru dua jam sebelum berangkat sudah disodori kontrak. Siapa yang bisa mengawasi itu langsung di bandara? Kalau jumlah pekerjanya hanya sepuluhan orang, makin sulit diawasi,” ujar Ledia dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komnas Perempuan dan Komunitas Masyarakat Tanggap Hukum di Gedung Nusantara I, DPR RI, Rabu (10/9/2025).

Baca Juga : Mengajar demi Bangsa, Dibayar ala Kadarnya: Guru Honorer Masih Terabaikan

Menurut Ledia, kontrak kerja yang ditandatangani secara mendadak membuat pekerja migran tidak punya cukup waktu untuk memahami isi dokumen yang seharusnya menjamin hak-hak mereka. Akibatnya, para pekerja menjadi rentan terhadap berbagai bentuk eksploitasi mulai dari jam kerja berlebihan, pemotongan upah secara sepihak, hingga kondisi kerja yang jauh da ri standar kemanusiaan.

Ia pun menekankan bahwa meski pengawasan di dalam negeri masih bisa dilakukan, kontrol terhadap kondisi pekerja migran di luar negeri nyaris mustahil tanpa sistem yang kuat dan terintegrasi.

“Begitu pekerja kita sudah berada di luar negeri, pengawasan menjadi sangat terbatas. Ada lubang besar yang membuat kita sulit memastikan mereka benar-benar terlindungi,” tegasnya.

Karena itu, Ledia menilai pentingnya pembentukan sistem pengawasan yang lebih solid, khususnya dalam kemitraan dengan perusahaan penempatan pekerja migran (P3MI). Menurutnya, RUU P2MI harus memuat sanksi tegas bagi perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran atau eksploitasi terhadap pekerja.

“Kalau pengawasan tidak diperkuat, praktik-praktik nakal dari pihak penyalur akan terus terulang,” tandas Legislator dari Fraksi PKS tersebut.

Baca Juga : Anggota DPR Soroti Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Luar Negeri

DPR berharap, dengan adanya aturan yang lebih tegas dan sistem pengawasan yang terintegrasi, pekerja migran Indonesia bisa mendapatkan perlindungan menyeluruh—mulai dari proses perekrutan di tanah air hingga saat mereka bekerja di luar negeri. (SN)

Editor : Mukhamad

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *