Batam Diusulkan Jadi Proyek Percontohan Dana Korban Kejahatan, DPR Soroti Kasus TPPO dan TPKS

Kota Batam dilirik sebagai lokasi pilot project pertama penerapan victim trust fund atau dana bantuan korban kejahatan di Indonesia. Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menyebut Batam wilayah strategis yang dinilai siap secara finansial dan kelembagaan untuk menginisiasi program tersebut. (F-Dok Sketsa)

Batam (SN) – Kota Batam dilirik sebagai lokasi pilot project pertama penerapan victim trust fund atau dana bantuan korban kejahatan di Indonesia. Gagasan ini mengemuka dalam Rapat Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi XIII DPR RI yang membahas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (RUU PSDK) di Batam, Kepulauan Riau, pada Rabu (2/7/2025).

Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menyebut Batam sebagai wilayah strategis yang dinilai siap secara finansial dan kelembagaan untuk menginisiasi program tersebut. Menurutnya, kota ini tak hanya penting secara geografis sebagai pintu keluar masuk tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, tetapi juga rawan berbagai tindak pidana, seperti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

“Kota Batam bisa jadi contoh penerapan victim trust fund dalam RUU PSDK. Negara punya keterbatasan dalam melindungi korban, tapi dukungan publik tidak terbatas—bisa hadir dalam bentuk moral maupun dana,” ujar Willy dikutip dari laman DPR RI.

Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya. (F-Dok DPR RI)

Victim trust fund dirancang untuk memberikan kompensasi kepada korban tindak pidana, terutama ketika pelaku tidak mampu membayar restitusi. Dana ini dapat dihimpun dari berbagai sumber seperti denda pidana, sumbangan pihak ketiga, atau mekanisme pendanaan publik lainnya. Dana tersebut nantinya digunakan untuk pemulihan fisik, psikologis, hingga sosial para korban.

Willy juga menggarisbawahi pentingnya memperkuat peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam RUU PSDK. Ia menilai LPSK memiliki posisi strategis dalam mewujudkan komitmen Presiden Prabowo Subianto terhadap penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, kelembagaan ini kerap terkendala karena minimnya dukungan anggaran.

“Seringkali kerja-kerja LPSK terhambat karena ketiadaan biaya untuk advokasi maupun pendampingan terhadap korban dan saksi. Ini yang harus kita benahi,” tegas legislator dari Partai NasDem tersebut.

Langkah konkret untuk mewujudkan dana bantuan korban ini tengah dibahas lebih lanjut, termasuk menyusun sistem pendanaan, mekanisme penyaluran, dan pengawasan yang transparan. Bila sukses di Batam, model ini berpotensi diterapkan secara nasional sebagai bagian dari reformasi perlindungan korban kejahatan di Indonesia. (SN)

Editor : Mukhamad

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *