DAERAHGAYA HIDUPTANJUNGPINANG

PANTUNESIA Tembus 1.000 Unduhan dalam Tiga Hari, Sambutan Global Berbanding Terbalik dengan Minat Lokal

Aplikasi edukasi pantun berbasis kecerdasan buatan, PANTUNESIA, mencatat capaian membanggakan sekaligus menyisakan ironi. Hanya dalam waktu tiga hari sejak peluncuran, aplikasi ini berhasil menembus lebih dari 1.000 unduhan. (F-Diskominfo Kepri)

Tanjungpinang (SN) – Aplikasi edukasi pantun berbasis kecerdasan buatan, PANTUNESIA, mencatat capaian membanggakan sekaligus menyisakan ironi. Hanya dalam waktu tiga hari sejak peluncuran, aplikasi ini berhasil menembus lebih dari 1.000 unduhan. Namun, antusiasme terbesar justru datang dari luar daerah asalnya.

PANTUNESIA resmi diluncurkan pada Rabu, 17 Desember 2025, di Auditorium Dekranasda Kepulauan Riau, bertepatan dengan peringatan Hari Pantun Nasional. Sejak hari pertama, grafik unduhan aplikasi terus menanjak dan menunjukkan tren peningkatan yang signifikan.

Hal tersebut disampaikan oleh Doni Mustasar, salah satu tim teknologi PANTUNESIA, saat ditemui media pada Sabtu (20/12/2025).

“Per hari ini jumlah pengguna sudah menembus seribuan lebih, dan grafiknya terus meningkat secara signifikan,” ujar Doni.

Baca Juga : Pantunesia Diluncurkan di Kepri, Inovasi Digital Jaga Marwah Pantun Melayu

Lonjakan pengguna ini tidak hanya menjadi indikator popularitas, tetapi juga berdampak langsung pada kualitas sistem kecerdasan buatan yang dikembangkan. Agam Yusliman, ahli AI PANTUNESIA, menjelaskan bahwa interaksi pengguna merupakan “bahan bakar” utama pembelajaran sistem.

“Kecerdasan buatan itu belajar secara mandiri dan sistematis. Semakin banyak pengguna, referensi pantun yang dipelajari semakin kaya. Ini membuat daya tahan intelektual sistem menjadi semakin kuat,” jelas Agam.

Namun, di balik kabar baik tersebut, terselip fakta yang cukup menggelisahkan. Dato’ Setia Perdana Yoan S Nugraha, penggagas PANTUNESIA, mengungkapkan bahwa sebagian besar pengguna aplikasi justru berasal dari luar Kota Tanjungpinang, bahkan luar Provinsi Kepulauan Riau.

“Data menunjukkan mayoritas pengunduh berasal dari Kalimantan, Malaysia, dan Brunei Darussalam, disusul Sulawesi dan Singapura. Sementara pengguna dari Tanjungpinang dan Kepulauan Riau justru berada di persentase paling kecil,” ungkap Dato’ Yoan.

Baca Juga : AI: Ancaman atau Peluang? AMSI Kepri Kupas Masa Depan Dunia Media

Kondisi ini dinilai ironis, mengingat Tanjungpinang selama ini dikenal dan melekat dengan julukan ‘Negeri Pantun’. Minimnya partisipasi masyarakat lokal terhadap aplikasi yang lahir dari tanah sendiri memunculkan pertanyaan besar tentang kepedulian terhadap warisan budaya Melayu.

Menyikapi hal tersebut, Dato’ Yoan berharap adanya peran dan keterlibatan lebih serius dari Pemerintah Kota Tanjungpinang dalam menjaga serta menghidupkan kembali ekosistem pantun sebagai identitas daerah.

“Kami para penggiat pantun sudah berupaya semaksimal mungkin mulai dari buku, seminar, workshop, kartu pantun, hingga aplikasi digital. Semua sudah kami lakukan demi Negeri Pantun. Jika pemerintah memilih menutup mata, biarlah masyarakat yang menjadi jurinya,” tutup Yoan dengan nada tegas.

Capaian PANTUNESIA pun menjadi cermin bersama: pantun Melayu mendapat sambutan luas di tingkat regional dan internasional, namun masih membutuhkan perhatian, kebanggaan, dan keberpihakan yang lebih kuat di rumahnya sendiri. (YN-SN)

Editor : Emha

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *