Empat Pulau di Kepri Dijual di Situs Asing, DPR RI: Ini Pengkhianatan terhadap Kedaulatan

Jakarta (SN) – Publik dikejutkan oleh temuan mencengangkan empat pulau di Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau (Kepri), muncul dalam daftar properti yang ditawarkan di situs jual beli pulau internasional. Tak sekadar kabar angin, penawaran ini tampil lengkap dengan iming-iming “eco-resort”, akses transportasi eksklusif, dan status “siap disewakan untuk jangka panjang”.
Tak tinggal diam, Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan langsung bereaksi keras. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai tamparan bagi kedaulatan negara dan bukti rapuhnya tata kelola wilayah laut Indonesia.
“Ini persoalan serius. Bagaimana mungkin pulau-pulau di kawasan konservasi laut bisa dijual terbuka kepada investor asing? Ini jelas-jelas bentuk kelalaian negara,” tegas Daniel dalam pernyataan resmi di Jakarta, Senin (23/06/2025), sebagaimana dikutip dari laman DPR RI.
Pulau-pulau yang disebut Rintan, Mala, Tokongsendok, dan Nakob berada di zona konservasi laut. Daniel mengingatkan, kawasan ini seharusnya steril dari aktivitas komersial yang merusak ekosistem. Namun kini, pulau-pulau itu dijajakan seolah barang dagangan, bahkan disebut-sebut sedang dalam proses alih status ke Penanaman Modal Asing (PMA).
“Jangan bungkus perampasan ruang hidup dengan istilah ramah lingkungan. Kalau masyarakat lokal tersingkir dan ekosistem rusak, maka tidak ada yang ‘eco’ dari resort semacam itu,” kritik politisi Fraksi PKB itu tajam.
Baca Juga : Karantina Kepri Disorot DPR: Perluas Peran, Perketat Pengawasan, Perkuat Fasilitas
Pulau-pulau ini terpampang di situs privateislandsonline.com, sebuah platform jual beli pulau pribadi internasional. Salah satu pulau bahkan memiliki luas 141 hektare, lengkap dengan laguna dan pantai alami. Namun tak satu pun harga ditampilkan, hanya disebut “price upon request” — strategi klasik untuk menarik pemodal besar tanpa menarik sorotan publik.
Daniel memperingatkan bahwa penggunaan status PMA bisa menjadi celah hukum yang dimanfaatkan asing untuk menguasai wilayah strategis.
“Ini bahaya laten. Jangan sampai wilayah kelautan strategis kita dijadikan ‘mainan legal’ oleh pemodal asing hanya karena negara abai menegakkan batas,” ucapnya.
Sebagai anggota Badan Legislasi DPR, Daniel menyerukan agar Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Investasi, ATR/BPN, hingga Kemendagri segera menyelidiki dasar hukum penawaran tersebut.
Ia juga menuntut evaluasi menyeluruh terhadap semua investasi yang mengincar kawasan konservasi.
“Negara tak boleh hanya jadi penonton ketika ruang hidup kita diperjualbelikan. Ini bukan hanya soal tanah dan laut—ini soal kedaulatan dan harga diri bangsa,” tegasnya.
Kasus ini menambah deretan panjang persoalan lemahnya pengawasan terhadap pulau-pulau kecil strategis di Indonesia. Jika tidak segera ditindak, bukan tidak mungkin akan muncul ‘iklan pulau’ lainnya, menjual tanah air sendiri ke tangan asing. (SN)
Editor : Mukhamad