Darurat HIV & IMS: Pemerintah Gaspol Menuju Eliminasi 2030

Kementerian Kesehatan RI menegaskan kembali komitmennya untuk mengeliminasi HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) pada tahun 2030. (F-Player Kemenkes)

Jakarta (SN) – Kementerian Kesehatan RI menegaskan kembali komitmennya untuk mengeliminasi HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) pada tahun 2030. Melalui edukasi, deteksi dini, dan pengobatan yang efektif, pemerintah menargetkan Indonesia bebas dari ancaman penyakit menular seksual yang selama ini membayangi jutaan masyarakat terutama generasi muda dan kelompok rentan.

Direktur Penyakit Menular Kemenkes, dr. Ina Agustina, menyebut tantangan masih besar: Indonesia saat ini menempati peringkat ke-14 dunia dalam jumlah orang dengan HIV (ODHIV) dan ke-9 untuk infeksi baru HIV.

“Kita perkirakan ada sekitar 564.000 ODHIV di tahun 2025. Tapi baru 63% yang tahu statusnya. Dan dari yang tahu, hanya 55% yang berhasil menekan virus hingga tidak terdeteksi,” ungkap dr. Ina dalam temu media daring, Jumat (20/6/2025) dikutip dari laman resmi Kemenkes RI.

Ia juga menyampaikan bahwa 76% kasus HIV di Indonesia terkonsentrasi di 11 provinsi prioritas, yakni: DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Bali, Papua, Papua Tengah, Sulawesi Selatan, Banten, dan Kepulauan Riau (Kepri).

Penularan terangnya, banyak terjadi di populasi kunci laki-laki seks dengan laki-laki (LSL), waria, pekerja seks, dan pengguna napza suntik. Namun, kasus di Papua sudah menyebar ke masyarakat umum dengan prevalensi mengkhawatirkan: 2,3%.

“Ini sinyal bahaya. Ketika penularan HIV sudah tidak terbatas pada populasi risiko tinggi, artinya pendekatan kita harus lebih masif, inklusif, dan menyasar seluruh lapisan masyarakat,” ujar dr. Ina.

Baca Juga : Empat Pulau di Kepri Dijual di Situs Asing, DPR RI: Ini Pengkhianatan terhadap Kedaulatan

Meski angka HIV relatif stagnan, tren infeksi menular seksual justru melonjak. Tahun lalu, tercatat 23.347 kasus sifilis, dengan 77 di antaranya merupakan sifilis kongenital yang ditularkan dari ibu ke bayi. Gonore juga merajalela, terutama di DKI Jakarta, dengan lebih dari 10.500 kasus.

“IMS bukan cuma soal kesehatan pribadi, tapi sudah jadi isu kesehatan publik. Yang bikin miris, tren ini banyak terjadi di usia produktif bahkan remaja. Ini alarm keras bagi kita semua,” tegasnya.

Dr. dr. Hanny Nilasari dari FKUI-RSCM menambahkan, banyak IMS—seperti HPV—tidak menunjukkan gejala tapi bisa menyebabkan komplikasi serius seperti kanker serviks, infertilitas, hingga kematian bayi baru lahir.

“Sayangnya, banyak perempuan tak sadar dirinya terinfeksi hingga muncul komplikasi. Skrining rutin dan edukasi tentang kesehatan reproduksi mutlak diperlukan,” tegasnya.

Ia juga menyebut meningkatnya angka kehamilan remaja dan aborsi sebagai akibat kurangnya edukasi dan layanan preventif.

Kemenkes saat ini tengah menggenjot pencapaian target global 95-95-95 pada 2030: 95% ODHIV mengetahui statusnya, 95% dari mereka menjalani pengobatan, 95% dari yang diobati berhasil menekan jumlah virus

Pemerintah juga mendorong triple elimination HIV, sifilis, dan hepatitis B dari ibu ke anak serta menargetkan eliminasi sifilis dan gonore hingga 90%.

Layanan tes HIV kini tersedia di 514 kabupaten/kota, IMS di 504, dan tes viral load di 192 daerah. Kampanye “ABCDE” terus digalakkan sebagai gaya hidup sehat: Abstinence (tidak berhubungan seksual sebelum menikah), Be faithful (setia pada satu pasangan), Condom (gunakan kondom pada kelompok risiko), Drugs (hindari narkoba), dan Education (tingkatkan pengetahuan dan kesadaran).

Dengan angka kasus IMS di usia 15–19 tahun yang terus naik, pemerintah mendorong keterlibatan sekolah, keluarga, dan komunitas untuk membangun generasi sadar risiko dan terlindungi sejak dini.

“Ini bukan sekadar soal kesehatan. Ini soal masa depan bangsa,” tutup dr. Ina. (SN)

Editor : Mukhamad

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *