Tragis! Bocah 12 Tahun Meninggal Usai Diduga Ditolak IGD RSUD Embung Fatimah karena BPJS

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepulauan Riau, Lagat Siadari, menyampaikan rasa keprihatinan yang mendalam terhadap tragedi ini. (F-Dok Ombudsman Kepri)

Batam (SN) – Muhammad Alif Okto Karyanto, bocah berusia 12 tahun warga Kavling Sei Lekop, Sagulung, meregang nyawa tak lama setelah diduga ditolak perawatan lanjutan di IGD RSUD Embung Fatimah karena masalah administrasi BPJS Kesehatan.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Lagat Siadari, menyampaikan rasa keprihatinan yang mendalam terhadap tragedi ini. Menurutnya, Alif sempat menjalani observasi beberapa jam di IGD pada Minggu malam (15/6/2025), namun pihak rumah sakit menyatakan bocah itu tidak memenuhi syarat untuk dilayani dengan fasilitas BPJS dan menyarankan pembiayaan mandiri.

“Karena keterbatasan biaya, orangtua Alif akhirnya memutuskan membawa pulang anaknya. Ironisnya, tak berselang lama setelah tiba di rumah, Alif meninggal dunia,” ungkap Lagat dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI Kepri, Senin (16/6/2025).

Lagat menyesalkan sikap RSUD Embung Fatimah yang dinilai mengabaikan aspek kemanusiaan dalam penanganan pasien darurat, terlebih pasien anak yang jelas-jelas membutuhkan pertolongan segera.

“Ini rumah sakit milik pemerintah. Seharusnya tidak kaku soal administrasi jika nyawa taruhannya,” tegas Lagat.

Baca Juga : Empat Gubernur Teken Kerja Sama Strategis di Batam, Kepri Siap Jadi Hub Pasar Internasional

Ia menekankan bahwa menurut Permenkes No. 47 Tahun 2018, pasien gawat darurat wajib ditangani terlebih dahulu tanpa melihat status administrasi, karena dalam kondisi tersebut waktu sangat menentukan antara hidup dan mati.

Ombudsman Kepri mencurigai adanya standar ganda dalam proses observasi dan diagnosa pasien di IGD RSUD Embung Fatimah. Ia menduga keputusan menolak layanan BPJS lebih dilandasi kekhawatiran bahwa klaim dari rumah sakit tidak akan diterima BPJS.

“Ini kekeliruan besar. BPJS memang punya aturan, tapi selama ada dokumentasi medis yang lengkap, mereka masih bisa mempertimbangkan pembayaran. Rumah sakit tidak boleh menjadikan itu alasan untuk menolak pasien,” jelasnya.

Baca Juga : Sengketa Empat Pulau Memanas, DPR Usul Undang-Undang Khusus Batas Wilayah

Atas insiden tragis ini, Ombudsman RI Kepri mendesak Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Batam untuk melakukan audit independen dan menyeluruh atas penanganan pasien di IGD tersebut.

“Pemeriksaan harus dilakukan objektif dan terbuka. Masyarakat berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ini bukan sekadar kasus medis, tapi cermin bagaimana kita memperlakukan hak dasar warga negara untuk hidup,” tegas Lagat. (SN)

Editor : M Nazarullah

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *