Syarif Fasha Kritik BRIN: Terlalu Superpower, Tapi Gagal Baca Peluang Strategis

Anggota Komisi XII DPR RI, Syarif Fasha, melontarkan kritik pedas terhadap Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). (F-Net)

Jakarta (SN) – Anggota Komisi XII DPR RI, Syarif Fasha, melontarkan kritik pedas terhadap Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dalam rapat dengar pendapat yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Fasha menilai BRIN telah menjadi lembaga superpower dalam ekosistem riset nasional, namun minim kontribusi strategis.

“BRIN ini kebanyakan ‘kuasa’, terlalu eksklusif. Kita perlu revisi UU-nya,” tegas Fasha, merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang memberikan wewenang besar kepada BRIN bukan hanya dalam penelitian, tapi juga pengembangan dan penerapan seperti dikutip dari laman dpr ri.

Menurut politisi Fraksi Partai NasDem tersebut, model seperti itu tak lazim di banyak negara. “Di luar negeri, riset ya riset. Pengembangan dilakukan badan lain. Di kita, BRIN mau semua dipegang sendiri,” sindirnya.

Fasha juga menyoroti lemahnya respon BRIN terhadap isu-isu strategis nasional, termasuk potensi teknologi berbasis nikel.

“Negara-negara seperti China dan Amerika sudah mulai beralih ke LFI (low-frequency induction). BRIN ke mana? Kalau kita lambat, nikel kita jadi tidak relevan lagi,” ujarnya penuh keprihatinan.

Anggota Komisi XII DPR RI, Syarif Fasha. (F-DPR RI)

Tak hanya itu, Fasha mendorong BRIN agar lebih aktif di bidang-bidang vital seperti pertanian dan kesehatan. Ia menyebut peluang besar dalam pengembangan varietas padi unggul yang bisa dipanen setiap bulan, serta riset obat untuk malaria dan diabetes.

Ia membandingkan kondisi BRIN dengan pengalaman pribadinya saat mengunjungi lembaga riset di Guangzhou, Tiongkok.

“Di sana, satu gedung 28 lantai, isinya para profesor dan doktor. Semua perencanaan dari sektor sipil hingga militer ada di situ, tapi mereka tidak mengambil alih lembaga lain yang sudah eksis. Kita bisa belajar dari situ,” jelasnya.

Baca Juga : Puan Desak TNI Buka Suara soal Penjagaan Kejaksaan: Publik Butuh Transparansi!

Dalam penutupnya, Fasha mengingatkan BRIN agar tidak terjebak dalam ego sektoral. Jika belum mampu menjalankan fungsi tertentu—seperti teknologi nuklir—lebih baik diserahkan kepada lembaga yang sudah kompeten.

“Kalau semua mau dikuasai, akhirnya yang sudah berjalan malah dilebur dan hasilnya mundur. Padahal, kita butuh kolaborasi, bukan dominasi. Kita bicara soal energi, ketahanan pangan, dan kemandirian nasional—ini soal masa depan bangsa,” pungkasnya. (SN)

Editor : Mukhamad

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *