Revisi UU Haji Fokus pada Pelayanan Jemaah: Komisi VIII DPR Dorong Pengelolaan Setingkat Menteri

Jakarta (SN) – Komisi VIII DPR RI menegaskan komitmennya dalam meningkatkan kualitas pelayanan ibadah haji melalui revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU). Wakil Ketua Komisi VIII, Abidin Fikri, menyebut bahwa revisi ini telah memasuki tahap pembahasan dan akan menjadi tonggak perbaikan tata kelola haji nasional.
“Revisi UU ini harus memberi kemaslahatan bagi jemaah. Salah satunya, penyelenggara haji idealnya setingkat menteri agar koordinasi dan eksekusinya lebih maksimal, serta sinergis dengan visi Arab Saudi 2030,” tegas Abidin dalam Forum Legislasi bertajuk “Revisi UU Haji Demi Meningkatkan Kualitas Pelayanan dan Pengelolaan Ibadah Haji di Indonesia,” yang digelar secara virtual, Selasa (19/8/2025) sebagaimana dikutip dari laman DPR RI.
Forum tersebut diinisiasi oleh Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bersama Biro Pemberitaan Setjen DPR RI dan dihadiri berbagai pemangku kepentingan.
Abidin menegaskan bahwa pembahasan RUU akan melibatkan ormas Islam, asosiasi penyelenggara haji dan umrah, serta lembaga pengawas untuk menjamin partisipasi publik dan transparansi. “Komisi VIII saat ini sedang menyusun jadwal pembahasan pada masa sidang mendatang,” ujar politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Dengan kuota haji Indonesia tetap di angka 241.000 jamaah untuk tahun 2025, tantangan terbesar masih terletak pada lamanya daftar tunggu. Data Kementerian Agama menunjukkan bahwa antrean haji di beberapa daerah bisa mencapai 11 hingga 47 tahun, dengan jumlah pendaftar lebih dari 5,3 juta orang hingga 2024.
Sementara itu, reformasi besar-besaran yang dilakukan Arab Saudi melalui Vision 2030 bertujuan meningkatkan kapasitas haji dan umrah hingga 30 juta jamaah per tahun. Hal ini mendorong Indonesia, sebagai pengirim jamaah terbesar di dunia, untuk melakukan penyesuaian signifikan, termasuk dalam hal digitalisasi, transportasi, hingga standar akomodasi.
Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj, dalam kesempatan yang sama menekankan pentingnya penguatan fungsi pengawasan dan transparansi pengelolaan dana haji dalam revisi UU ini.
Sementara itu, Ketua Tim 13 Asosiasi Haji Umrah, Muhammad Firman Taufik, menyoroti pentingnya kolaborasi dengan pihak swasta.
“Penyelenggara haji swasta harus dilibatkan secara aktif agar pelayanan bisa lebih profesional dan sesuai harapan jemaah,” ujarnya.
Menutup pemaparannya, Abidin Fikri berharap revisi UU PIHU dapat menjadi jawaban atas kompleksitas penyelenggaraan haji ke depan.
“Revisi UU ini diharapkan bukan hanya menjawab dinamika kebijakan Arab Saudi, tetapi juga memberi kepastian pelayanan bagi jamaah sejak pendaftaran, keberangkatan, hingga kepulangan,” pungkasnya. (SN)
Editor : Mukhamad