APBD Kepri Terancam Kolaps, DPRD Bunyi Alarm Darurat Fiskal: “PAD Harus Jadi Mesin Utama”

Kepri (SN) – Belanja pegawai yang melonjak tajam, terutama akibat rekrutmen massal Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), mulai mencekik ruang fiskal Pemerintah Provinsi Kepri. Pembangunan pun terancam stagnan, sementara beban anggaran terus menggunung. Dalam kondisi ini, suara untuk menghidupkan kembali mesin Pendapatan Asli Daerah (PAD) semakin nyaring terdengar.
Sekretaris Komisi II DPRD Kepri, Wahyu Wahyudin, bahkan menyebut situasi ini sebagai “alarm darurat fiskal”. Menurutnya, target pendapatan sebesar Rp3,6 triliun dalam RAPBD 2026 tak akan lebih dari sekadar mimpi di atas kertas jika tak ada terobosan.
“Beban belanja pegawai kita sudah menembus batas 30 persen. Kalau sektor-sektor penghasil PAD tidak segera kita dorong, APBD bisa kolaps,” tegas Wahyu dalam rapat bersama OPD, Selasa (17/6/2025) dikuttip dari laman DPRD Provinsi Kepri.
Wahyu menilai lemahnya kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) penghasil PAD sebagai penyebab utama stagnasi. Ia menuding sejumlah dinas teknis minim inovasi, padahal potensi untuk mendongkrak pendapatan sangat besar.
“Diskon pajak, pemutihan denda, promosi layanan—itu strategi dasar yang belum dimanfaatkan maksimal. Padahal bisa langsung meningkatkan minat wajib pajak,” ujarnya.
Baca Juga : RSUD Ahmad Tabib Jadi Pelopor Digitalisasi Layanan Kesehatan di Kepri, TTE Resmi Terintegrasi di SIMETRISS
Tak hanya soal intensifikasi, Wahyu juga menyoroti pentingnya ekstensifikasi PAD dengan menciptakan sumber-sumber baru. Salah satu ide konkret yang ia lontarkan adalah membentuk UPTD Laboratorium untuk layanan uji mutu hasil produksi dari sektor perikanan, pertanian, dan industri kecil.
“Kita punya fasilitas lab yang selama ini hanya jadi etalase. Padahal bisa dikelola sebagai unit usaha daerah yang sustain dan berkontribusi nyata ke PAD,” tambahnya.
Masalah lain yang mencuat adalah aset-aset daerah yang mangkrak. Bangunan tak terpakai, lahan kosong, hingga gudang terbengkalai dinilai Wahyu sebagai potensi ekonomi yang selama ini dibiarkan tidur.
“Aset seperti ini bisa disewakan atau dikerjasamakan dengan swasta. Tapi sejauh ini belum ada gebrakan serius,” ujarnya.
Tak ketinggalan, Wahyu juga menyorot BUMD yang dianggap mandek. Ia meminta Pemprov tak ragu mengevaluasi total kinerja badan usaha milik daerah yang belum memberi kontribusi signifikan.
“BUMD jangan cuma jadi beban APBD. Mereka harus punya visi bisnis dan target jelas. Kalau terus stagnan, lebih baik dibenahi dari akarnya,” tandasnya.
Baca Juga : Empat Pulau Jadi Milik Aceh: Presiden Prabowo Pimpin Ratas Bahas Polemik Batas Wilayah Aceh-Sumut
Menjelang penyusunan APBD 2026, Wahyu mengingatkan bahwa waktu hampir habis. Ia mendesak Pemprov Kepri segera melakukan konsolidasi lintas OPD, menyusun roadmap penguatan PAD, dan merevitalisasi pengelolaan aset serta BUMD.
“Kita tak bisa terus bergantung pada DAU dan DAK dari pusat. Kalau Kepri ingin mandiri membiayai pembangunannya, maka PAD harus jadi prioritas nomor satu,” pungkasnya. (SN)
Editor : M Nazarullah