DPR Dukung Pemblokiran Rekening Bandar Narkoba, Desak Percepatan UU dan Penguatan Rehabilitasi

DPR RI menyatakan dukungan tegas terhadap langkah pemblokiran rekening milik jaringan narkoba sebagai bagian dari strategi memerangi peredaran narkotika yang semakin mengkhawatirkan. (F-Net}

Balikpapan (SN) – Komisi III DPR RI menyatakan dukungan tegas terhadap langkah pemblokiran rekening milik jaringan narkoba sebagai bagian dari strategi memerangi peredaran narkotika yang semakin mengkhawatirkan.

Dalam kunjungan kerja spesifik ke Kalimantan Timur, Anggota Komisi III, Habib Aboe Bakar Alhabsyi, menyebut bahwa pemutusan akses keuangan adalah senjata yang sangat efektif dalam melumpuhkan jaringan kejahatan narkotika.

“Saya setuju, tutup rekeningnya. Jangan kasih celah mereka bergerak. Kalau perusahaan saja bisa mati karena rekeningnya ditutup, apalagi narkoba. Harus tegas,” ujar politisi dari Fraksi PKS itu, Kamis (8/5/2025) dikutip dari laman dpr ri.

Habib Aboe menyampaikan bahwa permintaan untuk memblokir jalur keuangan jaringan narkotika telah diajukan oleh Kepala BNN Provinsi Kalimantan Timur kepada PPATK dan Bareskrim. Ia menekankan bahwa tindakan seperti ini tidak boleh setengah-setengah, sebab jika diberi ruang, bisa dimanfaatkan untuk negosiasi atau memulai kembali bisnis haram tersebut.

Baca Juga : BNN RI: 3,3 Juta Warga Indonesia Terjerat Narkoba, Perputaran Uang Capai Rp 500 Triliun per Tahun

Selain soal pemblokiran, Habib Aboe juga menyoroti persoalan infrastruktur dan fasilitas yang dihadapi oleh aparat pemberantas narkoba di daerah. Ia mencontohkan kondisi balai rehabilitasi di Tanah Merah, Kalimantan Timur, yang menurutnya masih jauh dari ideal, meskipun sudah menerima belasan pasien dari wilayah pemilihannya.

“Balai rehab di sini kondisinya ngeri-ngeri sedap, tapi masih bisa berfungsi. Saya bandingkan dengan di Kalimantan Selatan, sedih lihat kondisi kantornya. Tapi semangat kerja aparat di Kaltim tetap luar biasa,” ungkapnya.

Senada dengan itu, Anggota Komisi III lainnya, Muhammad Nasir Djamil, juga menekankan pentingnya penguatan fasilitas rehabilitasi, khususnya untuk masyarakat dari kalangan tidak mampu.

Menurutnya, biaya rehabilitasi di panti swasta bisa mencapai Rp5-10 juta per bulan—angka yang tidak realistis bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.

“Negara harus hadir. Kalau tidak bisa mencegah anak-anak muda terjerat narkoba, setidaknya negara wajib menyediakan solusi, salah satunya dengan membangun dan membiayai panti rehabilitasi,” tegas politisi asal Aceh itu di Semarang, Jateng.

Baca Juga : Puan Maharani Desak Pemerintah Segera Lindungi WNI di Tengah Konflik Memanas India-Pakistan

Nasir juga menyoroti lambannya pembahasan Revisi Undang-Undang Narkotika yang hingga kini belum menunjukkan perkembangan signifikan. Ia menjelaskan bahwa salah satu hambatannya adalah keinginan pemerintah untuk menggabungkan UU Narkotika dan UU Psikotropika ke dalam satu payung hukum guna merespons maraknya zat-zat psikoaktif baru yang belum diatur dalam perundang-undangan saat ini.

“BNN menyampaikan bahwa mereka menemukan banyak zat baru yang tidak bisa ditindak karena belum masuk dalam daftar UU. Maka, penggabungan dua UU ini menjadi sangat penting agar hukum kita bisa mengikuti perkembangan di lapangan,” jelas Nasir.

Namun sayangnya, menurut dia, inisiatif penggabungan tersebut masih belum terlaksana, sehingga pembahasan revisi pun terhenti.

Kalimantan Timur sendiri saat ini menjadi salah satu dari 10 wilayah prioritas nasional dalam pemberantasan narkoba. Status ini ditetapkan langsung oleh Kepala BNN RI, Marthinus Hukom, yang menilai bahwa Kaltim berada dalam posisi rawan baik dari sisi peredaran narkotika maupun kebutuhan layanan rehabilitasi sosial.

Dengan kondisi tersebut, Komisi III DPR RI menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan lembaga terkait dalam menghadapi perang melawan narkoba.

DPR juga mendesak agar pemerintah pusat mempercepat pembahasan regulasi dan memperkuat anggaran untuk rehabilitasi, agar upaya pemberantasan narkotika tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga pada pemulihan korban. (SN)

Editor : Mukhamad

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *