Standar Kemiskinan Tak Bisa Disamaratakan, Anis Soroti Evaluasi BPS
Jakarta (SN) – Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyoroti pentingnya kajian Bank Dunia terkait kemiskinan di Indonesia yang menggunakan pendekatan daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP). Menurutnya, laporan tersebut bisa menjadi cermin penting bagi Badan Pusat Statistik (BPS) dalam mengevaluasi metode pengukuran kemiskinan nasional.
“Ini bisa menjadi bahan evaluasi sekaligus tolok ukur untuk melihat daya saing Indonesia dibanding negara-negara sekelas lainnya,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Senin (5/5/2025) dikutip dari laman DPR RI.
Politisi dari Fraksi PKS ini menegaskan bahwa BPS harus terbuka terhadap kajian dari lembaga-lembaga riset global, termasuk Bank Dunia. Ia mengingatkan, kesalahan dalam data bisa berujung pada kebijakan pembangunan yang tidak tepat sasaran.
“Kalau datanya meleset, maka kebijakan bisa gagal menjangkau mereka yang benar-benar membutuhkan. Jutaan warga bisa terus terperangkap dalam kemiskinan,” tegasnya.
Baca Juga : BPS Dinilai Menggunakan Standar Lama dalam Mengukur Kemiskinan Ekstrem, Tak Sesuai Standar Baru Bank Dunia
Anis juga menekankan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17 ribu pulau memiliki keragaman karakteristik wilayah yang tidak bisa disamaratakan dalam menetapkan garis kemiskinan.
“Standar kemiskinan di Jakarta jelas tak bisa disamakan dengan daerah-daerah terpencil. Ada perbedaan kebutuhan dan biaya hidup yang harus dipertimbangkan,” jelasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan menyerukan agar pemerintah lebih serius dalam menanggulangi kemiskinan secara menyeluruh, dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil.
“Kemiskinan ini pekerjaan rumah nasional yang rumit dan belum selesai. Negara harus memprioritaskan anggaran untuk investasi sosial yang mengurangi ketimpangan,” pungkasnya. (SN)
Baca Juga : Data Kemiskinan Beda Versi, DPR Tegaskan Pentingnya Satu Data Nasional
Editor : Mukhamad