Rentetan Kasus Pelecehan Seksual oleh Oknum Medis Kembali Terkuak, KKI Tegas: “Jangan Ragu untuk Lapor”

Jakarta (SN) – Dalam waktu yang nyaris bersamaan, publik dikejutkan oleh serangkaian kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan oknum tenaga medis. Setelah kasus di RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan seorang dokter kandungan di Garut mencuat, kini muncul laporan baru dari sebuah rumah sakit swasta di Kota Malang. Gelombang kasus ini menimbulkan keprihatinan mendalam dan memantik respons tegas dari berbagai pihak.
Ketua Konsil Kesehatan Indonesia (KKI), drg. Arianti Anaya, menyuarakan keprihatinan sekaligus seruan penting kepada masyarakat: jangan diam jika mengalami atau menyaksikan pelanggaran etika, terutama pelecehan seksual, oleh tenaga kesehatan.
“Kami mengajak masyarakat untuk berani melapor. Ini bukan hanya soal keadilan, tapi juga soal keselamatan pasien dan integritas profesi,” tegas drg. Arianti dalam konferensi pers, Kamis (17/4/2025) dikutip dari laman kemenkes.
Baca Juga : Dokter Tersandung Kasus Pelecehan, STR Dicabut! KKI Bertindak Cepat Jaga Martabat Profesi
Terkait kasus di RSHS Bandung, pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka. KKI langsung mengambil tindakan: Surat Tanda Registrasi (STR) dokter tersebut dicabut, disusul dengan pencabutan seluruh Surat Izin Praktik (SIP) oleh Dinas Kesehatan Jawa Barat.
“Tanpa STR, SIP otomatis gugur. Kami sudah koordinasikan pencabutan ke seluruh tingkat, baik provinsi maupun kabupaten/kota,” ujarnya.
Sementara itu, di Garut, KKI tengah menangani laporan terhadap seorang dokter spesialis kandungan yang juga diduga melakukan pelecehan. Investigasi internal melalui Majelis Disiplin Profesi (MDP) menunjukkan adanya indikasi kuat tindak pidana. STR pelaku telah dinonaktifkan sementara, sembari menunggu proses hukum berjalan.
“Jika terbukti bersalah, STR akan dicabut permanen,” tegas drg. Arianti.
Lebih lanjut, drg. Arianti menegaskan bahwa pengawasan terhadap tenaga medis tak bisa hanya mengandalkan sistem internal. Peran aktif masyarakat menjadi kunci.
“Ini jadi pengingat bahwa pengawasan tak boleh kendur. Tapi juga, masyarakat harus diberdayakan untuk bersuara. Pasien dan keluarga harus merasa aman untuk melapor jika terjadi pelanggaran,” ucapnya.
Setiap laporan yang diterima akan diproses serius oleh MDP. Bila ada indikasi pidana, kasus akan diteruskan ke aparat penegak hukum.
Di akhir pernyataannya, drg. Arianti menyampaikan keprihatinan mendalam atas rentetan kasus ini. Ia menegaskan bahwa sanksi tegas bukan hanya bentuk hukuman, tetapi juga pesan moral bagi seluruh tenaga medis.
“Kita tak ingin kasus ini terus bertambah. Tapi kita juga tak bisa menutup mata. Tenaga kesehatan yang melanggar etika, apalagi melakukan pelecehan, harus diberi sanksi tegas. Ini soal martabat profesi dan keamanan pasien,” tegasnya. (SN)
Editor : Mukhamad