Amelia Anggraini Dukung Pembatasan Media Sosial untuk Lindungi Anak-anak demi Keamanan Digital

Jakarta (SN) – Anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, menyuarakan dukungannya terhadap pemerintah untuk segera merancang dan menegakkan aturan yang membatasi penggunaan media sosial, terutama untuk anak-anak.
Menurut Amelia, kehadiran media sosial kini semakin mengkhawatirkan dengan banyaknya konten yang tidak mendidik, vulgar, hingga kekerasan yang bisa dengan mudah diakses oleh anak-anak.
“Situasi ini memerlukan langkah tegas dan strategis agar ruang digital menjadi lebih aman bagi generasi muda kita,” ungkap Amelia dalam keterangan tertulis dikuip dari laman DPR RI, Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Amelia mencatat bahwa sejumlah negara seperti Australia, yang telah melarang penggunaan media sosial bagi anak di bawah usia 16 tahun, memberikan contoh kebijakan yang perlu dipertimbangkan Indonesia.
Negara-negara seperti Tiongkok, Korea Selatan, India, Inggris, Norwegia, Jerman, Belanda, Italia, serta beberapa negara bagian di Amerika Serikat, juga telah mengimplementasikan pembatasan serupa.
Amelia menilai, Indonesia perlu belajar dari pengalaman tersebut dan menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang ada.
“Melihat tingginya angka kejahatan siber, seperti predator online, penipuan digital, dan penyalahgunaan data pribadi, ini menjadi ancaman yang nyata dan harus segera diatasi. Kebijakan pembatasan media sosial harus segera diimplementasikan dengan pendekatan yang komprehensif dan strategis,” tegas politisi dari Fraksi Partai NasDem ini.
Amelia juga menyebutkan bahwa dirinya telah menyampaikan hal tersebut dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi I DPR dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Informasi Pusat (KIP), dan Dewan Pers pada 18 November 2023.
Dalam kesempatan itu, Amelia menekankan pentingnya penguatan kelembagaan KPI untuk memperluas kewenangannya dalam mengawasi konten digital dan media sosial.
“Penting bagi KPI untuk menyusun panduan khusus dalam mengawasi konten digital, termasuk pengawasan terhadap influencer yang berpotensi menyebarkan konten negatif atau terlibat dalam politik praktis,” ujar Amelia.
Di samping itu, Amelia juga menyarankan agar KPI membangun kerja sama yang lebih erat dengan platform digital seperti YouTube, Facebook, Instagram, dan TikTok untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan konten.
Jika penguatan fungsi KPI tidak tercapai, Amelia menilai perlu dipertimbangkan pembentukan lembaga baru yang khusus menangani pengawasan konten digital dan keamanan ruang siber. Lembaga tersebut harus didukung oleh dasar hukum yang kuat, seperti undang-undang yang memberi kewenangan penuh dalam pengawasan dan penindakan pelanggaran di ruang digital.
Namun, Amelia juga menekankan bahwa pembatasan tidak boleh hanya bersifat represif. Pemerintah harus mengimbangi kebijakan tersebut dengan edukasi literasi digital yang masif untuk anak-anak, orangtua, dan masyarakat secara umum.
Kolaborasi yang erat antara berbagai pihak—termasuk platform digital, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat sipil—juga harus diperkuat dalam upaya menciptakan ruang digital yang aman.
Amelia juga menekankan pentingnya penguatan kolaborasi dengan aparat penegak hukum untuk menangani kejahatan siber yang menyasar anak-anak. Selain itu, mekanisme pelaporan dan penanganan kasus juga perlu diperbaiki agar lebih mudah diakses dan responsif.
“Kami berharap kebijakan ini tidak hanya memberikan perlindungan maksimal bagi anak-anak, tetapi juga dapat menciptakan ruang digital yang aman, sehat, dan produktif bagi masyarakat Indonesia,” tutup Amelia. (SN)
Edior : M Nazarullah