Opini : Ansar Ahmad Menjunjung Falsafah Jawa “Ajining Diri Soko Lathi”

Penulis (2 kanan), saat mendampingi Ansar Ahmad (tengah), menerima penghargaan di Studio Indosiar, akhir tahun 2021. (F-Ist Rofik)

Oleh : Mukhamad Rofik
Alumni Pondok Al Huda Mlangi Yogyakarta

Tanjungpinang (SN) – Penulisan ini adalah kesan pribadi penulis terhadap Ansar Ahmad, Gubernur Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), tidak ada kaitannya dengan kontestasi ataupun politik.

Ajining Diri Soko Lathi

Penulis mengenal Ansar Ahmad sejak ia menjabat sebagai Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Riau (Kepri), saat ini bernama Kabupaten Bintan. Penulis terkesan dengannya dalam berpidato selalu dengan ucapan lembut, tidak dengan nada yang tinggi.

Sewaktu berdialog dengannya, ia menyampaikan, saat berpidato ataupun menyampaikan sambutan dengan lembut dikarenakan masyarakat menyukai kata-kata yang lembut, tidak kasar.

“Kalau kata-kata kita lembut, akan dapat dapat diterima masyarakat secara utuh. Semua pesan dapat kita sampaikan dan diterima oleh mereka,” kata Ansar.

Ucapan Ansar yang lembut ini selaras dengan falsafah Jawa “Ajining diri soko lathi”, yang arti harfiahnya “harga diri dari lidah”, yang maksudnya, harga diri seseorang terletak pada caranya berbicara.

Falsafah ini menyimpan arti mendalam bahwa harga diri, sifat, wibawa, atau kelakuan seseorang tergantung pada lidahnya atau bicaranya.

Ucapan yang lembut menggambarkan orang yang berbicara memiliki perasaan yang lembut. Merupakan pribadi yang memiliki nilai-nilai yang tinggi di bidang kebijakan, keilmuan, kesopanan, disebut memiliki “adiluhung” yang artinya bermutu tinggi.

Ucapan yang halus, lembut, menjunjung tinggi martabat. Bahkan kromo ‌inggil, atau bahasa yang tinggi identik dengan ucapan lembut/halus, sebagian menyebut dengan kromo alus (tembung/penyebutan yang halus).

Ajining Rogo Soko Busono

Ansar Ahmad sehari-hari lebih banyak memakai baju berwarna putih dan celana panjang berwarna hitam. Baik dalam beraktifitas di kantor maupun turun ke masyarakat. Bahkan dalam menjadi khotib Jum’at pun sering berbaju putih dan memakai sarung. Begitupun dalam melaksanakan safari Ramadhan.

Ansar menyampaikan alasannya sering memakai baju berwarna putih, “baju putih itu mengesankan bersih, rapi, namun sederhana,”.

Penjagaan penampilan ini selaras falsafah Jawa. “Ajining rogo soko busono”, yang arti harfiahnya, harga diri badan dari pakaian. Yang dimaknai bahwasanya penampilan seseorang mencerminkan kepribadian seseorang. Seseorang yang berpenampilan rapi pasti akan mudah mendapatkan tempat di masyarakat. Berbeda dengan seseorang yang penampilnya amburadul, tentunya masyarakat kurang menyukai.

Bahkan, dalam suatu momen, Ansar pernah menyampaikan, kakinya sedikit sakit dikarenakan memakai sepatu baru yang ternyata agak kesempitan.

“Sepatu ini harganya murah, tetapi penampilannya lumayan, baru saja dibeli. Memang agak sakit karena kekecilan, tetapi demi penampilan nanti (untuk menerima penghargaan). Kan memakainya juga hanya beberapa jam saja saat acara,” kata Ansar.

Demikianlah kesan penulis terhadap sosok Ansar Ahmad, yang menjunjung tinggi falsafah Jawa “Ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono”. (*)

Editor : M Nazarullah

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *