Pindapata: Keindahan Tradisi Berbagi yang Menghubungkan Umat dalam Spiritualitas dan Kebersamaan dalam Agama Buddha

Umat Buddha saat melakukan ritual keagamaan di Vihara Avalokitesvara Graha, Kota Tanjungpinang beberapa waktu lalu. (f-Sketsanews)

Tanjungpinang (SN) – Dalam khazanah tradisi agama Buddha, terdapat satu praktik yang memancarkan keindahan spiritual dan sosial: pindapata. Pindapata, yang merupakan pemberian dana makanan kepada para bhikkhu, bukan sekadar ritual semata. Namun, ia adalah jendela yang membuka pandangan manusia terhadap nilai-nilai pengabdian, berbagi, dan kebersamaan.

Setiap pagi, para bhikkhu dengan ketenangan hati berdiri di ambang pintu rumah umat, siap untuk menerima persembahan. Mereka melangkah dengan tenang, tidak meminta-minta, tetapi menghadirkan diri sebagai simbol pengabdian dan ketulusan.

Dalam pandangan mereka, semua manusia melihat kedamaian yang mendalam, sebuah pengingat bahwa hidup ini bukan hanya tentang menerima, tetapi juga memberi dengan penuh kasih.

Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat (Bimas) Buddha di Kantor Kementerian Agama Kota Tanjungpinang, Parjio, menjelaskan bahwa tradisi ini bukan hanya memberikan makanan, tetapi juga berkah. Setiap umat yang memberikan dana makanan kepada bhikkhu akan didoakan agar mendapat umur panjang, kebahagiaan, kekuatan, dan ketampanan.

“Doa tersebut tidak hanya menjadi ungkapan rasa syukur, tetapi juga sebuah harapan yang mengikat antara pemberi dan penerima dalam jalinan spiritual yang kuat,” katanya, Jumat (20/9/2024).

Namun, dalam pelaksanaannya, ada kesepakatan yang menjaga kelangsungan tradisi ini. Ketika para bhikkhu tidak dapat berkunjung ke rumah umat, pemberian dana makanan tetap dapat dilakukan di vihara yang telah disiapkan.

Ruangan tersebut menjadi tempat suci bagi umat untuk menyalurkan niat baik mereka. Di sini, umat dapat merasakan kehadiran spiritual yang sama, seolah-olah bhikkhu yang mereka hormati sedang berdiri di depan mereka, menerima dengan penuh rasa syukur.

Parjio menekankan bahwa tujuan dari pemberian dana makanan ini lebih dalam daripada sekadar bakti kepada bhikkhu. Ini adalah pelatihan untuk melepas kepemilikan, berlatih untuk berdana, dan juga memperkenalkan tradisi yang kaya ini kepada masyarakat luas.

“Dalam dunia yang kian modern, nilai-nilai yang terkandung dalam pindapata menjadi pengingat akan pentingnya berbagi dan saling mendukung dalam komunitas,” ujarnya.

Dituturkannya, tradisi pindapata ini memiliki akar yang mendalam, berawal sejak zaman Buddha Gotama dan tetap lestari hingga kini, di berbagai belahan dunia seperti Thailand, Kamboja, Myanmar, Srilanka, dan Indonesia. Keberlanjutan tradisi ini menunjukkan bahwa meski zaman terus berganti, nilai-nilai universal dalam memberikan, bersyukur, dan menciptakan kebahagiaan bersama tetap relevan.

Dengan menelusuri makna dari pindapata, semua diajak untuk merenungkan bagaimana tindakan sederhana memberikan makanan dapat menjelma menjadi sebuah manifestasi cinta dan penghormatan.
Ini bukan hanya tentang makanan yang diberikan, tetapi juga tentang bagaimana setiap butir nasi dan setiap senyuman yang dibagikan membawa kedamaian, kebahagiaan, dan berkah bagi semuanya.

“Mari kita terus jaga dan lestarikan tradisi ini, sebagai warisan yang tak ternilai, dalam mengukir harmoni dan kedamaian di tengah kehidupan kita,” ucapnya. (*)

Editor : M Nazarullah

 

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *