OPINI : Fenomena Kotak Kosong Mengancam Pilkada Bintan: Roby-Deby Kuasai Sebagian Besar Partai Politik
Oleh : Adiya Prama Rivaldi
Ketua Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah (JPKP) Provinsi Kepulauan Riau
Bintan (SN) – Fenomena menarik sedang terjadi dalam Pilkada Bintan, di mana pasangan bakal calon (balon) Roby-Deby tampaknya semakin mendekati kemenangan tanpa lawan serius, berkat “pemborongan” dukungan dari sebagian besar partai politik.
Ancaman kotak kosong, yang muncul karena calon tunggal tanpa pesaing, menjadi sorotan utama dalam situasi ini.
Dari tujuh partai politik yang lolos dalam Pemilu Serentak 2024, enam di antaranya telah menyatakan dukungan kepada pasangan Roby-Deby. Hal ini menimbulkan potensi untuk terjadinya kotak kosong dalam pilkada, di mana posisi lawan dalam surat suara akan dinyatakan sebagai kotak kosong, karena tidak adanya calon pesaing.
Ketua Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah (JPKP) Provinsi Kepri, Adiya Prama Rivaldi, menilai bahwa dukungan dari enam partai politik kepada Roby-Deby dapat menimbulkan dampak serius terhadap proses demokrasi di Kabupaten Bintan.
“Keenam partai ini telah memutuskan untuk mendukung Roby-Deby. Jika hal ini terus berlanjut, Pilkada Bintan berisiko menghadapi situasi kotak kosong, yang merupakan kemunduran dalam proses demokrasi, baik di tingkat Kabupaten Bintan maupun Provinsi Kepri secara umum,” jelas Adiya.
Adiya, yang juga seorang aktivis Gerakan Mahasiswa Provinsi Kepri dan mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum di Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang, menambahkan bahwa saat ini hanya Partai Demokrat yang belum menentukan arah dukungannya.
Partai Demokrat memiliki enam kursi legislatif dan menjadi satu-satunya kekuatan politik yang dapat mempengaruhi arah demokrasi di Kabupaten Bintan.
“Partai Demokrat merupakan satu-satunya partai yang tersisa setelah enam partai lainnya bergabung dalam koalisi Roby-Deby. Jika Partai Demokrat juga bergabung, maka kemungkinan besar akan terjadi kekosongan lawan dalam Pilkada, yang menunjukkan gagalnya kaderisasi di level partai dan kemunduran demokrasi di Bintan,” tegas Adiya.
Di dalam Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada, partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika memenuhi persyaratan perolehan kursi atau akumulasi suara. Dalam hal ini, enam partai yang mendukung Roby-Deby, yaitu Golkar, Nasdem, Gerindra, PKS, PDIP, dan PAN, sudah memenuhi syarat tersebut, meninggalkan Partai Demokrat sebagai satu-satunya penentu.
Fenomena kotak kosong biasanya muncul ketika calon tunggal tidak memiliki pesaing. Dalam sistem Pilkada, calon tunggal harus melawan kotak kosong untuk dapat terpilih. Kotak kosong dalam surat suara menjadi alternatif bagi pemilih untuk menunjukkan ketidaksetujuan mereka terhadap calon tunggal yang ada.
Adiya menekankan bahwa jika Partai Demokrat juga tergabung dalam koalisi Roby-Deby, maka akan semakin jelas bahwa sistem demokrasi di Bintan sedang mengalami kemunduran.
“Ini adalah indikasi kegagalan dalam penegakan demokrasi dan kaderisasi di partai-partai politik,” tuturnya.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar mengenai masa depan demokrasi di Bintan. Apakah wilayah ini akan mengalami situasi yang serupa dengan Batam, di mana calon tunggal menjadi pilihan utama karena ketidakmampuan mengusung calon lain? Atau akankah ada perubahan yang bisa memperbaiki sistem demokrasi dan memastikan keadilan dalam pemilihan kepala daerah di Kabupaten Bintan? Kita akan melihat bagaimana perkembangan situasi ini dan dampaknya terhadap demokrasi lokal di masa mendatang.
Editor : M Nazarullah