Polda Kepri Ungkap 19 Kasus Narkotika, Anggota DPR Muhammad Nasir Djamil Soroti Keputusan Hakim

Anggota DPR RI Muhammad Nasir Djamil saat mengikuti kunjungan kerja reses Komisi III ke Batam, Provinsi Kepri, Rabu (31072024). (F-DPR RI)

Batam (SN) – Selama periode Juni hingga Juli 2024, Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Kepulauan Riau (Kepri) berhasil mengungkap 19 kasus narkotika dan menetapkan 25 orang sebagai tersangka.

Penanganan kasus ini menjadi sorotan Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Nasir Djamil, saat melakukan Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi III ke Batam, Kepulauan Riau.

Dalam kunjungannya, Nasir Djamil menekankan perlunya kehati-hatian dari majelis hakim dalam memutuskan perkara narkotika, baik bagi pengguna maupun pengedar. Ia mengungkapkan kekhawatirannya terkait tingginya jumlah kasus narkoba di Kepri, yang dianggap tidak bisa dipandang sebelah mata.

“Masalah narkotika di Kepri mirip dengan daerah lain yang juga mengalami persoalan serupa. Dari seluruh pengadilan negeri yang ada di Kepri, kasus-kasus narkoba mendominasi. Oleh karena itu, perlu perhatian khusus dari Majelis Hakim dalam memutuskan kasus pengguna, pemakai, dan pecandu,” ujar Nasir Djamil usai Kunjungan Kerja Reses di Batam, Kepri, Rabu (31/7/2024), sebagaimana dikutip dari laman dpr.go.id.

Nasir Djamil menekankan bahwa hukuman bagi pengguna narkoba sebaiknya dibedakan dari hukuman untuk pengedar. Menurutnya, pengguna narkoba seharusnya tidak selalu dikenakan hukuman penjara selama empat tahun, tetapi bisa juga menjalani rehabilitasi sebagai alternatif. Hal ini diharapkan dapat mengurangi penumpukan narapidana di lembaga pemasyarakatan.

“Untuk pengedar dan bandar, kami sepakat bahwa hukuman harus seberat-beratnya. Namun untuk pemakai, pengguna, dan pecandu, perlu ada alternatif hukuman berupa rehabilitasi. Jika semua pengguna dihukum empat tahun, lapas akan semakin penuh, dan mayoritas penghuni adalah mereka yang terkait dengan peredaran narkoba,” jelas Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih jauh, Nasir Djamil berharap agar lembaga peradilan dapat memberikan keadilan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Ia mencatat adanya kesenjangan dalam putusan antara individu yang memiliki status sosial tinggi dan mereka yang tidak, khususnya dalam kasus narkoba.

“Selama ini, kami melihat bahwa individu yang populer atau memiliki status sosial tinggi seringkali mendapatkan putusan rehabilitasi, sementara mereka yang kurang mampu seringkali dihukum maksimal. Ini mencerminkan ketidakadilan,” tegasnya.

Editor : M Nazarullah

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *