Masyarakat Miskin Kepri 151,68 Ribu Orang Bertambah 13,9 Ribu
Tanjungpinang (SN) – Total penduduk miskin atau penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan, di Provinsi Kepri per Maret 2022 sebanyak 151,68 ribu orang, atau mengalami penambahan sebanyak 13,9 ribu.
“Ini merupakan berita yang kurang menggembirakan, dengan naiknya angka kemiskinan di Kepri, hal ini karena disebabkan beberapa faktor,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepri Darwis Sitorus pada Jumat (15/7/2022) kemarin.
Darwis menambahkan, naiknya angka kemiskinan di Provinsi Kepri ini akibat dari dampak perekonomian global yang terjadi saat ini, dimana kondisi Provinsi Kepri yang merupakan daerah perbatasan langsung dengan negara luar negeri seperti Singapura dan negara lainnya sangat berdampak.
“Perang Rusia dan Ukraina juga yang menyebabkan krisis global dan ini sangat mempengaruhi ekonomi Indonesia secara umum,” tuturnya lagi.
Ia juga menerangkan, dari jumlah itu persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2021 sebesar 5,37 persen, naik menjadi 5,68 persen pada Maret 2022.
“Persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2021 sebesar 10,45 persen juga naik menjadi 10,68 persen pada Maret 2022,” terangnya.
Darwis juga menjelaskan, selama periode September 2021- Maret 2022, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik dari 119,31 ribu orang pada September 2021 menjadi 122,60 ribu orang pada Maret 2022.
“Sementara, di daerah perdesaan juga naik dari 18,44 ribu orang pada September 2021 menjadi 29,08 ribu pada Maret 2022,” ujarnya lagi.
Perlu diketahui ditambahkan Darwis, bahwa peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.
“Sumbangan dari makanan terhadap garis kemiskinan pada Maret 2022 tercatat sebesar 67,01 persen. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2021 yaitu sebesar 66,19 persen,” katanya.
Sementara berdasarkan daerah tempat tinggal, selama periode Maret 2021-Maret 2022, jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan menurun dari Maret 2021 ke September 2021, kemudian meningkat kembali pada Maret 2022, sedangkan di daerah perkotaan sempat menurun pada September 2021 dan kembali meningkat pada Maret 2022.
“Meskipun jumlah penduduk miskin di perdesaan mengalami kenaikan yang cukup besar pada Maret 2022, namun persentasenya justru lebih rendah yaitu 10,68 persen pada Maret 2022 dibandingkan dengan Maret 2021 sebesar 11,10 persen,” terangnya.
Darwis menambahkan lagi, garis kemiskinan digunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Perkembangan garis kemiskinan menurut daerah pada Maret 2021- Maret 2022, selama periode September 2021- Maret 2022, garis kemiskinan naik sebesar 4,62 persen, yaitu dari Rp 653 853,- per kapita per bulan pada September 2021 menjadi Rp 684 070,- per kapita per bulan pada Maret 2022.
“Sementara pada periode Maret 2021-September 2021, garis kemiskinan naik sebesar 1,78 persen, yaitu dari Rp 642.425,- per kapita per bulan pada Maret 2021 menjadi Rp 653.853,- per kapita per bulan pada September 2021,” ujarnya.
Adapun indeks kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin.
Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
“Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan,” harapnya. (SN)